Rahman Rumaday, Tanpa Jejak

Ia memahami bahwa dunia adalah kitab yang megah, namun sia-sia bagi mereka yang enggan membacanya. “Dunia ini bagaikan sebuah buku yang bagus sekali, tetapi tidak ada gunanya bagi mereka yang tidak tahu membacanya.” Literasi adalah kunci untuk melihat terang dalam gelap, menemukan arah dalam kesesatan, dan menghidupkan makna di antara yang tampak kosong. Ia menyadari bahwa seorang penggerak literasi harus siap menjadi gelap di siang hari tanpa sorotan dan pujian namun tetap menjadi cahaya di malam hari, menerangi jalan bagi mereka yang tersesat dalam kebodohan. Sebab, sebagaimana buku yang dibiarkan tertutup, dunia tanpa literasi hanyalah bentangan kosong yang kehilangan suara dan makna.

Lewat berbagai inisiatifnya, ia mendirikan Komunitas Anak Pelangi (K-Apel), Kampus Lorong K-Apel, serta berbagai komunitas lain yang bertujuan sebagai wadah dalam menjembatani kepedulian terhadap sesama. Sebagai wadah bahwa bekerja untuk kebaikan adalah “budaya” berkorban adalah “naluri” dan keberanian adalah “fitrah”

Ia juga telah menerbitkan beberapa buku, antara lain:
“Perpustakaan Lorong Kelurahan Parang Tambung” (2020) “Green Tea dan Bunga” (Spiritualitas, Cinta, dan Kepedulian) (2020) “Maharku Pedang dan Kain Kafan” (Jilid 1, 2021) “Maharku Pedang dan Kain Kafan” (Jilid 2, 2022) Ikut menulis dalam buku “Jika Saya Menjadi Wali Kota Makassar” (2024) “Surat Cinta untuk Suami” ditulis bersama ibu-ibu K-Apel (2024)

BACA JUGA:  Musakkir Basri, Merayakan Wisuda dengan Menerbitkan Buku Puisi

Keberaniannya dalam bergerak di dunia sosial tak lepas dari berbagai tantangan. Tuduhan sebagai penculik anak, misionaris, bahkan pembawa ajaran sesat sering dialamatkan padanya. Namun, ia tetap teguh pada keyakinan bahwa setiap langkahnya didasarkan pada niat yang baik. Baginya, _”Berbuat baiklah, maka kebaikan itu akan menjagamu dan membuka jalan keluar untukmu.” ~ Rahman Rumaday._ Kepercayaan ini menjadikannya tak tergoyahkan dalam menjalankan misinya.

Sebagai lulusan jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Pancasakti Makassar tahun 2019, ia bukanlah mahasiswa biasa. Ia bukan sekadar pencari gelar, bukan pula sekadar pengumpul angka di atas kertas. Perjalanan akademiknya begitu panjang, penuh liku, dan mungkin bagi sebagian orang dianggap melelahkan. Namun, bagi pria berkacamata itu, setiap persinggahan adalah pelajaran, setiap kampus yang pernah disinggahinya adalah bab dalam buku kehidupannya.

Ia memulai perjalanannya sebagai mahasiswa pada tahun 2005, namun baru menggenapkan langkahnya dalam balutan toga pada bulan Desember tahun 2019. Empat belas tahun waktu yang cukup bagi seseorang untuk meraih lebih dari sekadar ijazah. Dalam kurun waktu itu, ia berpindah dari satu kampus ke kampus lain (5 kampus), menjajal berbagai jurusan, mengecap ilmu di berbagai disiplin, hingga akhirnya menetapkan diri berlabu di jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, (Fisipol) Universitas Pancasakti Makassar.