NusantaraInsight, Makassar — Suatu hari seorang rekan menemui saya, ia menyodorkan file sebuah naskah, ia katakan apakah anda bisa menjadikan sebuah rancangan buku dan siap cetak? Saya katakan bisa. Maka selama saya layout naskah itu dan membuat rancangan kaver dengan dasar sebuah foto, untuk kali pertama saya mengenal sebuah nama Rahman Rumaday – nama yang spesifik khususnya pada nama keduanya.
Dalam pikiran saya, sosok Rahman Rumaday ini adalah seorang yang berwawasan. Sebab dalam pengalaman saya bertahun-tahun mengelola buku, baik dalam bentuk membuat biografi maupun mendesain sampai menerbitkan sebuah buku yang berbicara tentang pikiran dan sosoknya, rata-rata mereka yang mau diabadikan adalah pribadi bernyali dan hanya dimiliki segelintir dari kalangan penguasa atau pengusaha.
Kemudian nama itu menghilang dalam ingatan saya, oleh kesibukan sehari hari. Saya telah melupakannya, dan tidak berusaha untuk mengingatnya. Itupun saya mengingat dan mengetahui nama itu ketika saya mengerjakan pesanan rekan. Akhirnya nama Rahman Rumaday tenggelam dari ingatan oleh kesibukan saya selama beberapa lama.
Namun hanya dalam hitungan beberapa bulan, saya kembali bertemu dengan rekan, dan kembali menyodorkan sebuah naskah untuk dijadikan rancangan buku siap cetak. Lagi lagi nama Rahman Rumaday sebagai penulisnya. Tentu saya mulai bertanya dalam hati, untuk mengetahui lebih jauh tentang sosok nama ini. Apalagi judul naskah buku yang ditulis itu cukup unik dan berkarakter.
Suatu siang, kami sedang kongkow-kongkow di Cafe Baca, Makassar, Tiba-tiba seorang lelaki yang bertubuh atletis membagi-bagikan buku kepada siapa saja yang duduk di teras cafe dan saya pun kebagian buku itu. Sesaat saya merasa mengenal gambar kaver buku ini, akhirnya saya sadar, ternyata saya yang membuat rancangan kaver dan isi buku ini, dan orang yang membagi-bagikan buku adalah sosok yang ada dalam buku tersebut. Saat itulah untuk pertama kali saya mengenal seorang Rahman Rumaday secara fisik.
Siapa sebenarnya Rahman Rumaday. Awalnya saya mengenalnya sebagai sosok yang rendah hati dan tidak banyak bicara. Kalau dalam pertemuan sesama teman Seniman, atau teman temannya yang lain dari komunitas atau jurnalis, dalam kacamata saya ia lebih banyak menyimak dan hanya sesekali memberi respon. Mungkin penilaian saya ini karena Rahman Rumaday ini dipengaruhi dan dikelilingi teman teman yang lebih senior. Entah kalau ia berada di lingkungan selevel, baik dari segi wawasan, pengetahuan maupun usia, mungkin ia lebih responsive.