Strategi “Pasir Hisap” Israel

Strategi ini juga menyasar sektor politik. Israel kerap menyusupkan benih konflik antar faksi dalam tubuh Palestina. Antara Hamas dan Fatah, antara Gaza dan Tepi Barat. Ketika Palestina mulai menunjukkan tanda-tanda persatuan nasionalnya, Israel mempercepat operasi militer atau sabotase diplomatik agar perpecahan kembali terjadi lagi. Dunia yang memandang Palestina sebagai bangsa yang “selalu berkonflik” pun mulai kehilangan simpati. Ini adalah bentuk lain dari strategi pasir hisap: menciptakan disfungsi internal agar korban tidak pernah cukup kuat untuk bangkit.

Israel juga mengatur narasi di panggung internasional. Dengan dukungan penuh dari media dan lobi kuat seperti AIPAC di Amerika Serikat, Israel mencitrakan dirinya sebagai “satu-satunya demokrasi di Timur Tengah” yang dikelilingi oleh ancaman.

Ini membuat banyak negara ragu untuk mengkritik keras Israel. Bahkan ketika Israel melanggar hukum internasional sekalipun, seperti pembangunan pemukiman ilegal, embargo terhadap Gaza, atau penahanan anak-anak Palestina, kecaman internasional hanya berhenti pada retorika. Strategi ini membentuk ruang lumpur hukum dan moral yang membuat siapa pun yang mencoba menolong Palestina ia harus melawan arus kuat.

BACA JUGA:  Dua Pendekar Mabuk

Strategi “pasir hisap” ini dinilai begitu efektif karena menyasar seluruh aspek: militer, sosial, politik, bahkan psikologis. Ia tidak hanya menghancurkan fisik musuh, tetapi juga harapan. Dan itulah yang paling berbahaya: saat musuh merasa tak ada jalan keluar, mereka berhenti mencoba.

Namun seperti semua jebakan, strategi ini pun punya kelemahan. Pasir hisap hanya efektif selama korban tidak bisa mencapai bantuan. Tapi ketika dunia mulai sadar, ketika kekuatan internasional mulai bersatu untuk melawan kezaliman, ketika narasi kebenaran mulai bangkit—maka si pembuat jebakan bisa terperosok dalam kubangan yang ia ciptakan sendiri.

 

Strategi Pasir Hisap kepada Iran

1. Provokasi Terselubung dan Reaksi Terukur

Israel kerap melakukan serangan diam-diam atau serangan terbatas terhadap kepentingan Iran di luar wilayahnya, terutama di Suriah, Lebanon, atau bahkan sabotase dalam negeri Iran.

Tujuannya adalah memancing reaksi, lalu membungkusnya sebagai pembenaran untuk balasan militer yang lebih besar. Jika Iran bereaksi berlebihan, maka Israel akan mendapatkan legitimasi global untuk menyerang balik. Jika Iran tidak bereaksi, maka Israel berhasil. Apapun respons Iran, itu akan dianggap sebagai langkah yang salah.

BACA JUGA:  MEMPERKUAT POTENSI GEN Z DENGAN WISDOM JADUL

2. Penggiringan Opini Global

Melalui diplomasi dan pengaruh kuat di Barat, khususnya AS, Israel menggiring opini bahwa Iran adalah ancaman terbesar bagi stabilitas regional dan dunia. Program nuklir Iran diposisikan sebagai bom waktu, sementara fakta tentang kejahatan Israel terhadap Palestina kerap dialihkan.