Pertumbuhan Ekonomi 8%: Optimisme dan Tanggung Jawab Kolektif

Penulis: Agus K Saputra

*Kolaborasi Nasional untuk Pertumbuhan Inklusif*

Purbaya menegaskan bahwa tanggung jawab mencapai target pertumbuhan 8% bukan hanya milik pemerintah pusat, tetapi juga seluruh elemen bangsa. Dunia usaha, akademisi, masyarakat sipil, hingga pemerintah daerah harus berjalan seirama dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Ia mengingatkan, keberhasilan ekonomi tidak akan berarti apa-apa jika tidak berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Karena itu, orientasi pembangunan ekonomi Indonesia harus bersifat inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Dalam konteks ini, kolaborasi lintas sektor menjadi strategi kunci. Pemerintah perlu memperkuat koordinasi antar lembaga untuk mendorong investasi produktif, mempercepat digitalisasi ekonomi, dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Dunia pendidikan dan pelatihan vokasi perlu beradaptasi agar dapat menyiapkan tenaga kerja yang kompeten sesuai kebutuhan industri. Sementara itu, sektor swasta diharapkan lebih aktif berinovasi dan memperluas basis produksinya agar mampu bersaing di pasar global.

Optimisme Purbaya bukan tanpa alasan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi yang kuat di tengah ketidakpastian global. Stabilitas makroekonomi terjaga, inflasi relatif terkendali, dan rasio utang terhadap PDB masih dalam batas aman. Kondisi ini memberikan landasan yang cukup bagi Indonesia untuk melangkah lebih cepat, asalkan komitmen dan koordinasi terus diperkuat.

BACA JUGA:  Bulog Bulukumba Tegaskan Minyakita Bukan Subsidi, Distribusi Sesuai Kuota dan Aturan Pemerintah

*Dari Angka Menuju Aksi Nyata*

Target pertumbuhan ekonomi 8% memang menantang, namun bukan mustahil. Tantangan terbesar justru terletak pada bagaimana menjaga konsistensi dan integritas dalam pelaksanaan kebijakan. Purbaya mengingatkan bahwa cita-cita besar harus diiringi dengan disiplin fiskal dan transparansi publik. Tanpa itu, setiap rencana pembangunan hanya akan menjadi retorika.

Pengelolaan keuangan negara yang optimal harus memastikan bahwa setiap program pembangunan menghasilkan nilai tambah nyata. Infrastruktur harus mendorong konektivitas ekonomi, subsidi harus tepat sasaran, dan kebijakan pajak harus mendukung investasi serta inovasi. Di sisi lain, pemerintah daerah perlu diberdayakan untuk menjadi motor pertumbuhan baru melalui otonomi fiskal yang lebih kuat dan penguatan ekonomi lokal.

Seperti ditegaskan Purbaya, “8% bukan angka di langit.” Ini adalah target yang realistis bila seluruh komponen bangsa bekerja bersama secara sinergis. Tantangan global seperti perubahan iklim, gejolak geopolitik, dan transformasi digital memang menghadirkan ketidakpastian, namun juga membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menata ulang arah ekonominya. Dengan semangat optimisme, kolaborasi, dan tanggung jawab kolektif, pertumbuhan ekonomi 8% bisa menjadi simbol kebangkitan baru Indonesia—sebuah tonggak sejarah menuju bangsa yang lebih makmur, berdaya saing, dan berkeadilan.

br