Oleh Aslam Katutu
NusantaraInsight, Makassar — Pada Pilpres 2019, ketika Prabowo-Sandi berhadapan dengan Jokowi-Ma’ruf, saya mencurahkan banyak waktu dan tenaga untuk berada di barisan Prabowo.
Siang atau malam saya habiskan di Hambalang dan Kertanegara—kediaman Prabowo—bersama tim sukses. Suasana itu bukan sekadar kerja politik, melainkan pesta rakyat yang penuh semangat dan harapan akan hadirnya perubahan besar bagi negeri ini.
Menjelang hari perhitungan suara, saya membuat cover lagu “Manusia Setengah Dewa” karya Iwan Fals dan mengunggahnya di kanal YouTube saya. Lagu itu bukan sekadar lantunan nada, melainkan doa dan harapan yang saya titipkan kepada langit: semoga esok hari lahir pemimpin baru yang mampu membawa Indonesia menuju babak baru—Prabowo Subianto.
“Turunkan harga secepatnya, berikan kami pekerjaan, tegakkan hukum setegak-tegaknya… pasti kuangkat engkau menjadi manusia setengah dewa,” demikian penggalan bait lagu itu, yang saya nyanyikan dengan sepenuh hati. Bagi saya, itu adalah suara rakyat yang rindu perubahan, yang merindukan pemimpin yang benar-benar berpihak pada mereka.
Tapi takdir berkata lain, di Pilpres 2024, Prabowo Subianto, baru mendapat kesempatan memimpin negeri ini. Akankah lagu yang pernah kutitipkan sebagai doa akan terwujud mengiringi langkah kepemimpinan Prabowo membawa Indonesia ke masa gemilang? Akan kah Prabowo menjadi manusia setengah dewa?
KEKALAHAN YANG MEMBEKAS
Saya tidak akan pernah lupa perasaan itu—perpaduan antara kecewa, lelah, dan kosong. Seolah seluruh energi yang kami curahkan di Hambalang dan Kertanegara menguap begitu saja.
Tapi, justru di titik itulah saya belajar satu hal penting: harapan tidak pernah benar-benar mati. Bahkan ketika kalah, semangat yang dibawa Prabowo tidak padam. Ia menerima kenyataan, merangkul lawan, dan menapaki jalan baru yang bagi sebagian orang tampak mengejutkan. Ia masuk ke dalam pemerintahan sebagai Menteri Pertahanan. Dan dari situ saya melihat sesuatu yang tak terduga: pelan tapi pasti, Prabowo tidak pernah berhenti bekerja untuk negeri ini.
Di setiap langkahnya, saya melihat seorang prajurit yang tidak pernah pensiun dari cintanya kepada Indonesia. Ia mungkin tidak langsung menjadi “manusia setengah dewa” seperti dalam lagu yang saya nyanyikan, tetapi ia terus membuktikan bahwa pengabdian tidak selalu harus ditandai dengan kemenangan yang instan.
DARI MENTERI KE PRESIDEN
Waktu berjalan. Dari seorang rival politik, Prabowo menjadi bagian penting dalam pemerintahan. Ia membuktikan diri dengan kerja nyata, bukan sekadar retorika. Program ketahanan pangan, modernisasi alat utama sistem pertahanan, hingga langkah-langkah strategis lainnya menunjukkan bahwa ia tidak pernah kehilangan kompas nasionalismenya.