Makassar, Kota Tak Antisipasi Masa Depan

Makassar
Jalan Layang AP Pettarani (foto Kompas.com)

Jika ada trotoar yang disertai dengan pepohonan sepanjang jalan, untuk jarak 1-2 km orang bisa berjalan kaki saja ke tujuannya. Tepi jalan di Makassar rata-rata sudah disulap sebagai pasar tumpah. Bahkan menjadi tepat parkir kendaraan. Tengok saja di Jl. Abdullah Dg.Siruwa bagian timur. Jika bukan kendaraan parkir, warga yang berjualan menggunakan kendaraan parkir di badan jalan, sehingga praktis tidak ruang untuk pejalan kaki.

Pemerintah seharusnya menginventarisasi permasalahan yang dihadapi kota. Saya melihat, selain perlunya pemerintah membangun sejumlah jalan layang/tol pada simpul jalan yang padat kendaraan, juga harus membuat kota ini terang benderang pada malam hari. Kota ini bagaikan beraktivitas dalam suasana remang-remang. Lampu jalan yang dipasang pada tiang menjulang tingginya karena takut terjadi vandalisme saat ada unjuk rasa, justru dipasangi balon mungil yang tak cukup menerangi orang berdiri di kolong dan dekat tiang lampu. Lampu mercury yang pernah dipasang saat Wali Kota H.M.Dg.Patompo sudah diganti dengan lampu neon mungil. Lihat saja di jalan baru yang menghubungkan Jl. Perintis Kemerdekaan-Jl. Leimena. Lampunya mungil menggunakan “solar cell” (sinar matahari) sudah banyak yang lenyap. “Solar cell”-nya pun ada yang di-‘kadali’ tangan-tangan jahil.

BACA JUGA:  Pertumbuhan Ekonomi Di Tengah Ketidakpastian

Tidak berpengaruh

Selama tiga hari, 9 s.d. 11 Februari 2021 di Jakarta, baru kali itu saya tidak melintas di ruas jalan Semanggi. Tetapi menyebut Semanggi – yang asal muasalnya itu tanaman menjalar; daunnya berbentuk empat bulatan di atas satu tangkai – orang akan ingat itu merupakan ikon jalan di Jakarta yang memiliki simpang susun dengan empat cabang yang lengkungnya digunakan untuk belok kiri, penghubung lurusnya digunakan belok kanan.

Terkenang Semanggi, saya pun teringat bahwa di Makassar ada jalan tol layang di dalam kota pada ruas Jl. Andi Pangerang Petta Rani yang melintas dari Jl. Tol Reformasi ke selatan hingga di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar.

Jalan sepanjang 4,3 km ini dibangun sejak April 2018 oleh PT Marga Utama Nusantara (MUN) melalui anak usahanya PT Makassar Metro Network (MMN) berkolaborasi dengan pemerintah daerah. Tol layang ini dengan nilai investasi Rp 2,243 triliun tanpa ganti rugi karena dibangun di atas ruas jalan lama. Jalan layang ini awalnya dihajatkan dapat menjadi solusi mengurai kemacetan lalu lintas yang terjadi di jalan arteri di sekitar kawasan Panakkukang dan Rappocini.

BACA JUGA:  Israel Tidak Memiliki Sifat Manusia

Ruas ini akan melengkapi ruas tol eksisting (yang sudah ada) pada Jalan Tol Ujungpandang Seksi I, II, dan IV yang beroperasi dengan sistem terbuka sepanjang 10,4 km. Jalan tol ini memiliki dua “on-off ramp” (segmen jalan berperan sebagai penghubung masuk keluar jalur tol/utama).