Makassar, Kota Tak Antisipasi Masa Depan

Makassar
Jalan Layang AP Pettarani (foto Kompas.com)

Catatan M.Dahlan Abubakar

NusantaraInsight, Makassar — Usai peluncuran buku “Resonansi 80 Tahun S.Sinansari ecip” di Graha Pena, Senin (15/9/2025) petang, sehabis salat magrib, saya berdiri di depan pintu Graha Pena bersama Ahmad Bahar dan Muhammad Nur Ilham, Redpel Penerbitan Kampus “identitas” Unhas.

Tiba-tiba muncul rekan Andi Asmadi dari dalam gedung dan hendak ke Jl. Boulevard, tepatnya di samping Mal Panakkukang. Lantaran baru bertemu, kami berempat berbincang- bincang.

“Makassar seharusnya studi banding ke Lampung untuk urusan jalan layang/tol dan menguarai kemacetan lalu lintas,” tiba-tiba Asmadi menyela pembicaraan.

Wajar saja dia berkata seperti itu karena melihat Makassar yang notabene kota terbesar di Indonesia bagian timur, mulai dilanda kemacetan namun tanpa jalan layang/tol di dalam kota sebagai pengurai kemacetan.

Pada tahun 2017 saya ke Bandarlampung dan Asmadi sempat menjemput di hotel dan mengajak jalan-jalan. Pada saat itu, Kota Bandarlampung sedang giat membangun jalan layang, dan kini sudah memiliki 7 jalan layang/tol. Sehingga, tidak ada kemacetan lalu lintas di ibu kota Provinsi Lampung itu.

BACA JUGA:  KETIKA SEJARAH TAK MENCERITAKAN YANG SEBENARNYA

“Gubernur Lampung memprogramkan satu tahun satu ruas jalan layang/tol. Dua tahun memerintah sudah terbangun dua ruas jalan tol,” kata Asmadi yang sudah bertahun-tahun tinggal di Bandarlampung.

Di Kota Makassar dan Sulawesi Selatan agaknya tidak melihat kemacetan itu yang disebabkan terbatasnya jalan pengurai kemacetan.

Sebab, setiap bermobilitas di kota ini wali kota dan gubernur menggunakan mobil patroli “voorijders” .

Tidak bakal macet. Hanya sekali, beberapa hari setelah dilantik sebagai, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, marah-marah kepada pengguna jalan yang melawan arah di Jl. J.Leimena, Pannara yang membuat sesak dan macet jalan itu.

Setelah itu, petugas Dishub Kota Makassar dibantu petugas Polantas merondai jalan itu. Pengendara yang melawan arah tidak ada lagi. Tetapi begitu petugas tidak ada, yang melawan arah pun ramai lagi. Yang mereka takuti petugas, bukan aturan rambu lalu lintas yang dipasang di jalan itu.

Pemerintah Kota Makassar lebih bersemangat membangun Stadion Untia pada saat Gubenur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman ikut bersemangat membangun Stadion Sudiang, sekaligus melupakan Mattoanging yang kini sudah menjadi hutan belantara.

BACA JUGA:  Ketegangan AS–Israel dan Prospek Diplomasi

Mestinya, pemerintah harus melihat permasalahan apa yang dihadapi kota ini saat ini dan ke depan.
Kota Makassar termasuk kota yang kurang ramah pada pejalan kaki karena tidak adanya trotoar, jalan khusus’ buat mereka.