Oleh Aslam Katutu
NusantaraInsight, Makassar — Ketegangan di kawasan Timur Tengah kembali memanas setelah pernyataan tegas datang dari Jenderal Besar Sayyid Abdolrahim Mousavi, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran.
Dalam percakapan telepon dengan Jenderal Imam Ali Saberzadeh, Menteri Pertahanan Republik Tajikistan, Jenderal Mousavi menegaskan bahwa Iran sama sekali tidak akan mempercayai janji maupun komitmen dari Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel.
Pernyataan ini bukan sekadar retorika diplomatik. Ia mencerminkan sikap konsisten Iran terhadap aktor-aktor global yang selama ini dianggap menjadi sumber ketidakstabilan di kawasan.
“Kami sepenuhnya siap untuk menghadapi segala bentuk kejahatan baru dari mereka dengan tegas,” ujar Jenderal Mousavi, menegaskan kesiapan Iran untuk merespons setiap langkah provokatif yang berpotensi mengancam keamanan nasional maupun kedaulatan regional.
LATAR BELAKANG KETIDAKPERCAYAAN IRAN TERHADAP BARAT
Ketidakpercayaan Iran terhadap Amerika Serikat dan Israel berakar pada sejarah panjang intervensi asing di kawasan. Sejak Revolusi Islam 1979, hubungan Iran dengan Amerika Serikat memburuk secara drastis. Dukungan Washington terhadap rezim Shah, yang kemudian digulingkan oleh revolusi rakyat, menjadi luka sejarah yang belum sembuh.
Selain itu, keterlibatan Amerika dalam perang Iran-Irak pada 1980-an, serta sanksi ekonomi yang terus diperketat selama beberapa dekade terakhir, semakin menguatkan keyakinan para pemimpin Iran bahwa janji-janji diplomatik dari Barat tidak dapat diandalkan.
Israel, di sisi lain, dianggap sebagai pihak yang secara langsung mengancam eksistensi negara-negara Muslim di kawasan.
Dukungan penuh Amerika terhadap Israel, termasuk dalam konflik Palestina, menjadi alasan tambahan mengapa Iran menolak untuk percaya pada setiap tawaran kompromi yang datang dari blok Barat.
DUKUNGAN TAJIKISTAN DAN SOLIDARITAS REGIONAL
Dalam percakapan tersebut, Jenderal Mousavi juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Republik Tajikistan atas dukungannya kepada Iran dalam perang 12 hari yang dipaksakan.
Dukungan ini bukan hanya simbolik, melainkan mencerminkan upaya membangun poros solidaritas di antara negara-negara yang memiliki kesamaan budaya, bahasa, dan sejarah di kawasan Asia Tengah dan Timur Tengah.
Iran dan Tajikistan memiliki kedekatan yang tidak hanya didasarkan pada kepentingan politik, tetapi juga pada hubungan budaya yang mendalam. Keduanya merupakan bangsa yang berbagi akar sejarah Persia dan tradisi keislaman yang kuat.