Iran, Please Stop !

Oleh Aslam Katutu

NusantaraInsight, Makassar — Balasan atas serangan Israel ke Iran, Serangan udara dan rudal dari Iran yang menyasar wilayah Israel menjadi babak baru dalam konflik Timur Tengah.

Bagi sebagian besar dunia, ini adalah dampak dari ketegangan yang telah lama tertanam dan tiba-tiba Israel mencoba membangun ketegangan ini. Namun bagi sebagian warga Israel, peristiwa ini menjadi kenyataan pahit yang baru: mereka kini merasakan getirnya ketakutan, seperti yang selama ini dirasakan warga Gaza, Tepi Barat, dan seluruh rakyat Palestina.

Setelah bertahun-tahun merasa berada di wilayah yang aman dan dilindungi oleh sistem pertahanan canggih seperti Iron Dome, warga Israel tiba-tiba terbangun oleh sirine peringatan serangan udara. Mereka berlarian menuju bunker, memeluk anak-anak mereka, dan memanjatkan doa dalam kegelisahan.

Bahkan sudah banyak yang menyelamatkan diri keluar dari wilayah Israel. Saat ini, media sosial dipenuhi dengan suara-suara yang selama ini nyaris tak terdengar: jeritan ketakutan dari warga sipil Israel yang kini merasa rentan.
Mereka mulai menyuarakan satu kalimat yang berulang kali terdengar: “Iran, please stop.”

BACA JUGA:  Masih Ada Yang Nyinyir

Kalimat itu muncul dari berbagai akun pribadi, disampaikan dalam bahasa Inggris, Ibrani, bahkan Arab, seakan ingin memastikan bahwa permintaan itu sampai kepada siapa pun yang perlu mendengarnya.

“Kami warga sipil. Kami hanya ingin hidup damai. Iran, please stop.” begitu tulis seorang ibu muda dari Tel Aviv.

Yang lain menambahkan, “Kami bukan tentara. Kami ingin anak-anak kami tumbuh dalam kedamaian, bukan di bawah bayang-bayang rudal.”

Namun ironi menyelimuti semua ini. Dunia mencatat betapa selama puluhan tahun, warga Palestina hidup dalam ketakutan yang jauh lebih konstan. Mereka tidak memiliki bunker bawah tanah, tidak ada Iron Dome, bahkan tidak ada listrik yang stabil untuk bertahan di malam hari. Ketika rumah-rumah mereka hancur, tidak ada yang menyuarakan “Israel, please stop” dengan kekuatan media yang sama.

Kini ketika situasi berbalik walau hanya beberapa hari, permintaan warga Israel itu terdengar lenting—dan patut didengar—namun tidak bisa dilepaskan dari konteks keadilan dan sejarah panjang penjajahan Israel kepada Palestina.

BACA JUGA:  “Sentilan” Menteri Dalam Negeri

Sebagian warga Israel mulai mempertanyakan arah kebijakan pemerintah mereka yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu “Apakah ini harga dari keangkuhan politik luar negeri kita?” tulis seorang jurnalis senior.

“Apakah selama ini kami terlalu menutup mata terhadap penderitaan orang lain, sehingga kini giliran kami merasakannya?”