Perempuan Berdaya Bukan Cuma Bekerja, Tapi Jadi Ibu

_Khaeriyah Nasruddin_
Khaeriyah Nasruddin_

NusantaraInsight, Makassar — Bicara soal perempuan selalu menarik, katanya di balik lelaki sukses ada perempuan luar biasa di sampingnya. Tidak sampai di situ maju tidaknya sebuah bangsa juga tergantung pada perempuannya, inilah sebab peranan perempuan dalam kehidupan tidak boleh dipandang sebelah mata dan karena itu pulalah, 08 Maret 2024 ditetapkan sebagai hari perempuan internasional.

Tujuan peringatan yang kini telah dirayakan lebih 1 abad ini adalah untuk merayakan pencapaian perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk juga untuk menghilangkan diskriminasi serta meningkatkan kesetaraan. Spesialnya tahun ini PBB mengusung tema Invest in women: Accelerate proggress. Diharapkan dengan adanya upaya investasi dana pada program kesetaraan gender ini dapat dapat menciptakan perekonomian yang sejahtera serta kehidupan sehat untuk generasi mendatang.

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Dwi Faiz, Kepala program UN Women Indonesia, menyebutkan bahwa menjamin pemenuhan hak-hak perempuan dan anak perempuan di seluruh aspek kehidupan adalah satu-satunya cara untuk memastikan perekonomian yang sejahtera dan adil, planet yang sehat untuk generasi mendatang, dan tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).

BACA JUGA:  IDUL QURBAN, KORUPSI DAN ARSIP

Untuk itulah negara didorong untuk melakukan investasi agar perempuan memiliki kesempatan belajar dan berkarya, banyaknya perempuan produktif akan mengurangi kemiskinan dengan begitu kelak negara juga akan mendapatkan keuntungan. Perempuan berdaya produktif tidak hanya menguntungkan diri sendiri tapi juga bisa menjadi penyumbang pendapatan dalam keluarga, ia akan menjadi orang mandiri tanpa intervensi orang lain, mampu menempati posisi gemilang dalam bekerja dan paling penting ia dapat menjadi aktor strategis dalam berbagai bidang. Saat ini tak bisa dipungkiri bahwa masalah perempuan tidak bisa lepas dari ketidakmandirian secara finansial serta masifnya diskriminasi, hanya saja solusi dengan mewujudkan kesetaraan gender bukanlah jalan tepat untuk mengentaskan kemiskinan dan memajukan kesejahteraan bangsa.

Menilik carut-marutnya kondisi saat ini, tidak boleh terhenti pada kondisi perempuan yang tidak berdaya, tapi ini adalah efek sistemik akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Negara dalam hal ini sejatinya hanya menjadi regulator dengan membuka kesempatan besar kepada para pemilik modal untuk menguasai kebutuhan umat, sementara di sisi lain negara berlepas tangan dalam pemenuhan hak-hak rakyat khususnya perempuan.

BACA JUGA:  Apa Bedanya Plt, Pjs, Pj dan Plh Kepala Daerah?

Dalam sistem kapitalisme perempuan hanya dijadikan sebagai sapi perah untuk menguras potensinya tanpa memikirkan jaminan keamanan dan kesejahteraannya. Alhasil, perempuan sukarela meninggalkan rumah demi mendapatkan cuan yang akhirnya juga habis dipergunakan untuk biaya pendidikan dan kesehatan anak-anaknya. Kehidupan kapitalisme melahirkan keluarga yang hanya berorientasi pada materi, sebab kebahagiaan akan lahir dengan banyaknya cuan tanpa memedulikan bagaimana anggota keluarga di dalamnya, termasuk melupakan hak anak dan mengabaikan sisi spritual. Perempuan akan bangga berkarier di luar rumah dan mengabaikan posisinya sebagai ummu wa’rabbatul bait, menjadi ibu rumah tangga bukan lagi sebagai sebuah cita-cita mulia melainkan dipandang kungkungan untuk mereka sebab mematikan potensi. Nyatanya ide seperti ini yang sering dihembuskan oleh feminisme adalah racun mematikan untuk menyeret perempuan. Tampak jelas bahwa sistem hari ini ingin menjadikan perempuan sebagai mesin pencari materi karena dinilai mampu menggerakkan ekonomi.