Maksudnya, Pak Atik akan melompat ke batu itu untuk ‘menangkap’ keduanya agar dapat ditarik ke pinggir sungai. Jika tidak, evakuasi penyelamatan kian sulit karena hari kian gelap.
Pak Atik adalah tentara berpangkat letnan kolonel. Kesatuannya, Resiman Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), pasukan elite Indonesia yang terkenal reputasinya ketika memberantas PKI yang melaksanakan kudeta tahun 1965. Waktu itu disebut Korps Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), kemudian berganti nama lagi menjadi Korps Pasukan Khusus (Kopassus).
Ternyata, upaya melempar tali berbuah. Keduanya berhasil ditarik ke pinggir. Rombongan pun melanjutkan perjalanan. Sementara rombongan terdahulu, terus melaju. Rombongan Machmoed dkk gagal mencapai Kalumpang, karena keburu hari gelap.
Pak Djamaluddin Lolo memutuskan agar pengemudi katinting berjalan kosong hingga ke Kalumpang, sementara penumpang lainnya singgah bermalam di satu-satunya rumah penduduk di pinggir sungai. Pak Atik kabarnya menginap di kampung Bonehau.
Di rumah itu hanya ada beberapa orang. Yang rombongan tahu, beberapa gadis desa yang sepanjang malam selalu mengusik rombongan hingga kurang bisa tidur pulas.
Pasalnya, mereka selalu berbisik. Entah apa yang dibisik-bisikkan. Mungkin juga tentang orang-orang asing di bilik sebelah. Tempat mereka tidur hanya diantarai oleh papan saja dengan rombongan wartawan. Jadi, suara mereka terdengar juga walau sebatas berbisik.
Saya teringat kisah menjelang tidur yang diceritakan ayahnya puluhan tahun silam. Dua kakak beradik yang kesasar mampir bermalam di sebuah rumah di pinggir hutan. Saat mau tidur, kedua kakak beradik itu mendengar suara bunyi air mendidih.
‘’Apa yang bunyi, Nek,’’ adik berkakak itu bertanya kepada yang empunya rumah.
‘’Ah, tidak. Kami sedang saling menggaruk,’’ jawabnya.
Setelah mendengar jawaban itu, kedua adik berkakak itu mencoba mengintip. Ternyata, nenek yang tidak lain adalah raksasa itu, sedang menyeduh air. Sang kakak berpikir, pasti akan dipakai untuk merebus daging-daging dia dan adiknya. Maka diputuskanlah untuk kabur. Mereka menggergaji jendela untuk keluar dari rumah lalu melarikan diri.
‘’Apa yang bunyi anak-anak,’’ giliran sang Nenek yang bertanya.
‘’Tidak, Nek. Kami sedang saling menggaruk, karena gatal habis jalan di hutan tadi,’’ jawab mereka.
Lama tidak terdengar lagi suara itu. Nenek raksasa menyangka bahwa kakak beradik itu sudah pulas. Mereka akan dapat santapan lezat. Daging-daging manusia. Mereka langsung menyiram air panas di tempat kedua anak itu tidur. Tidak ada suara menjerit terdengar. Setelah lampu suluh disulut, ternyata tempat itu sudah kosong. Anak-anak sudah kabur malam-malam.