Catatan M.Dahlan Abubakar
NusantaraInsight, Makassar — Pada tanggal 31 Juli 2024 sore kami masih bertemu dalam ngobrol pilkada (Ngopida) yang diprakarsai rekan Dr.Ajiep Padindang, S.E.,M.M., anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Hari ini, penginisiatif acara tersebut, kembali menginformasikan kalau senior H.Mahmoed Sallie, berpulang Jumat (16/8/2024) dinihari dalam usia lebih tua 4 bulan dari Republik Indonesia yang merayakan hari merdeka 17 AGustus 2024. Almarhum lahir di Makassar 5 Mei 1945.
Saya sedang menemani mahasiswa S-2 Bahasa Indonesia PPS Unhas saat berita duka itu saya baca sambil menunggu seminar proposal penelitian mahasiswa. Saya juga gelisah. Bagaimana melayat sementara sedang mengikuti kegiatan akademik mahasiswa. Begitu selesai seminar pada pukul 11.00 saya langsung ‘cabut’ dari kampus. Menitip tas ransel, sampai lupa gawai, langsung menunggang sepeda motor melaju ke Masjid Al Ikhlas yang dibangun almarhum bersama warga setempat. Pastilah di masjid ini jenazahnya disalatkan. Saya pun bergabung dengan jamaah lain menunaikan salat Jumat yang disambung dengan salat jenazah oleh ratusan jemaah.
Saya tidak sempat mengantar ke pekuburan karena cukup melelahkan bagi lansia seperti saya yang sudah mau berusia 71 tahun menunggang sepeda motor jarak puluhan kilometer. Saya kembali ke rumah, melewati Kafe Kanrejawa, tempat kami kerap bertemu dalam acara yang dihelat Dr.Ajiep Padindang dan terakhir di pengujung Juli 2024.
Meskipun nama Mahmoed Sallie hanya dikenal oleh para wartawan lama (senior), namun jiwa kewartawanannya tulen. Dia termasuk salah satu di antara sekian banyak wartawan kategori senior yang dimiliki Sulawesi Selatan dan masih menggeliat di palagan pers hingga saat ini. Senior bukan karena usianya saja, melainkan ditakar dari awal mula dan lamanya dia menjadi wartawan.
Machmoed Sallie, sejak tahun 1967 sudah berkenalan dengan dunia jurnalistik, setahun setelah menjadi pegawai sipil Kodam XIV Hasanuddin. Lantaran cintanya pada pers, pria juga berdarah seni ini memutuskan berhenti menjadi pegawai negeri sipil Kodam.
Bahkan, sejak tahun 1953 – saat usianya 8 tahun – dia sudah berkenalan dengan surat kabar. Tetapi, baru sebatas melihat saja.
‘’Saya tahun 1953 sudah lihat surat kabar Harian Pedoman Rakyat di Parepare. Tapi, di atas meja Komandan Kompi 705 Ousterling. Saat itu, Pedoman Rakyat terbit masih mini. Saya tertarik dan mulai membacanya,’’ kenang lepasan SMA tahun 1965 ini dalam suatu perbincangan dengan saya tahun 2010.
Pada tahun 1961, ketertarikannya pada suratkabar kian menjadi-jadi. Malah dia beberapa kali sempat ikut mengecerkan suratkabar tertua tersebut. Termasuk Suratkabar Harian Marhaen. Saat itulah, Machmoed mengenal sejumlah nama dedengkot wartawan Sulawesi Selatan seperti M.Basir dan L.E.Manuhua (PR), serta Massiara dan J.Mewengkang dari Harian Marhaen.