Padahal dalam UUD 1945 alenia ke-4 berisi tujuan dan kewajiban negara yang harus dilaksanakan setiap pemerintahan yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Akan tetapi sikap akan pemerintah selama ini membiarkan tanpa menggunakan kewenangan dan segala kemampuan yang dimiliki untuk bertindak melindungi masyarakat yang terjerat pada mafia pinjol ilegal dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum.
Nyatanya pemerintah sendiri yang melawan hukum yang telah tercantum dalam UUD 1945 tersebut, membiarkan rakyat menderita dengan maraknya pinjol.
Hal ini tak lain karena konsep bernegara yang kapitalis liberal, membiarkan segala bisnis tumbuh subur yang penting memberikan banyak keuntungan materi tanpa memperhatikan lagi besarnya kerusakan yang ditimbulkan ditengah masyarakat.
Islam Mengatasi Problem Pinjol
Dalam Islam hubungan pinjam meminjam diperbolehkan, agar terjadi hubungan saling membantu antar satu dengan yang lain. Namun pinjam meminjam disini tidak dianjurkan menggunakan pinjol walaupun kebutuhan mendesak karena pinjol memiliki riba yang sangat tinggi dari pada peminjaman yang telah disepakati, jelas haram hukumnya.
Pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Seperti jual beli, bagi hasil, sewa dan sebagainya. Sementara itu, bagi peminjam yang secara ikhlas memberikan pinjamannya dan berniat untuk menolong maka pinjaman tersebut juga diperbolehkan hukumnya. Namun secara adab dan etika setiap utang haruslah dibayar sebagaimana telah ada kesepakatan bersama oleh kedua pihak dalam membayar utang tersebut.
Dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 275, Allah SWT bahkan telah melarang umat Islam untuk melakukan riba :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Oleh karena itu, Islam mewajibkan negara untuk melindungi rakyat dari praktik muamalah ribawi. Dalam Islam, Negara Khilafah akan menghapuskan praktik ribawi karena haram, termasuk dosa besar, dan menghancurkan ekonomi. Selanjutnya Khilafah akan menata mekanisme proses utang-piutang yang sedang berjalan agar terbebas dari riba, dengan tetap menjaga hak-hak harta warga negara.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz berwasiat, “Aku mewasiatkan kepada kalian agar tidak berutang meskipun kalian merasakan kesulitan. Sebabnya, sungguh utang itu adalah kehinaan pada siang hari dan kesengsaraan pada malam hari. Karena itu tinggalkanlah ia, niscaya kehormatan dan kedudukan kalian akan selamat, dan akan tersisa kemuliaan bagi kalian di antara manusia selama kalian hidup.” (‘Umar bin Abdil ‘Azîz, Ma’âlim al-Ishlâh wa at-Tajdîd, 2/71).