Mengenang Sarjan, Jakarta-Lombok Mudik Jalan Kaki

Sarjan (kiri) bersama H.Sofwan, S.H.,M.Hum saat tiba di Mataram. (Foto: Dok.MDA).
Sarjan (kiri) bersama H.Sofwan, S.H.,M.Hum saat tiba di Mataram. (Foto: Dok.MDA).

Menjelang masuk Banyuwangi dia sempat gamang. Soalnya ada pemeriksaan Operasi Ketupat. Takut saja terjaring. Tetapi beruntung, saat dia melintas di lokasi operasi situasi sudah aman terkendali. Petugas sudah istirahat.

Ujian pertama menyeberang di Ketapang Banyuwangi. Bagaimana caranya, orang yang berjalan kaki harus nebeng pada kendaraan yang akan naik ke feri. Banyak calo di situ yang menawarkan jasa dan bantuan. Mereka punya koneksi dengan para sopir langganannya. Risikonya, Sarjan harus merogoh koceknya. Rp 200.000 untuk menyebrang dengan cara diselundupkan di truk barang tersebut. Petugas pun menyangka Sarjan adalah sopir bantu atau kernet.

Dia kembali melanjutkan perjalanan kaki menuju Padang Bai, di pantai timur Pulau Dewata. Untuk menyeberang ke Lembar menggunakan feri, “rumus” yang digunakan di Ketapang Gilimanuk diterapkan. Ya, membayar calo lagi. Tetapi Sarjan masih dapat karting. Dia hanya membayar Rp 100.000. Perjalanan menyeberang kali ini lebih lama. Lima sampai enam jam baru merapat di Pelabuhan Lembar di Lombok Barat.

Hari masih siang ketika Sarjan merapat di Dermaga Lembar, Lombok. Dari Pelabuhan Lembar dia menumpang sebuah truk. Lantaran truk akan ke jurusan yang berbeda dengan Sarjan, dia diturunkan di bundaran Patung Sapi, yang satu cabangnya ke Bandara Internasional Lombok di Praya. Satu jurusan lain ke Kota Mataram.

BACA JUGA:  BANJIR MENGUNDANG, ARSIP MELAYANG

Dia akhirnya berjalan kaki ke rumah saudaranya 13 Mei 2020 malam. Ternyata keluarganya sudah mencium petualangan Sarjan lantaran ada yang memviralkannya di media sosial.

Akhirnya, Sarjan batal melanjutkan perjalanan kaki ke Bima. Di rumah saudaranya dia meminjam ‘honda’ (istilah sepeda motor jika di Bima) untuk melanjutkan perjalanan ke Bima.

Sehari setelah tiba di Mataram, saya menelepon adik H.Sofwan, S.H.,M.Hum, yang kala itu sebagai Wakil Dekan III Fakultas Hukum Unram. Dia membantu biaya pembelian ‘minyak’ (bensin) ‘Honda’ yang akan ditunggangi Sarjan menemui orang tuanya.

Sarjan dipeluk haru kedua orang tuanya sesampainya rumah. Orang tua yang merindukan putranya yang baru pulang setelah empat tahun merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu

‘’Bukan niat saya mau viral atau apa, tapi emang saya punya niat pulang kampung jalan kaki,” Sarjan berdalih tentang perbuatan nekatnya menyusuri jarak sejauh 1.600 km itu.

Kabarnya, sekembali ke Jakarta, Sarjan berniat menapaktilasi petualangannya itu. Tetapi hingga tulisan ini dibuat, saya tidak pernah kontak lagi dengan Sarjan.
“Niatnya gitu, biar afdal pulang pergi jalan kaki. Tapi kayaknya orang tua gak izinin saya,” kunci Sarjan dikutip dari IDN Times (14/5/2020). (M.Dahlan Abubakar).