Mengenang Mappinawang : Selamat Jalan Kakak dan Sahabatku, Ammuliang maki ri Allah Ta’ala Akang

Mappinawang
Salahuddin Alam, aktivis yang masih terus belajar.

Sebagaimana pembawaannya, dengan tenang almarhum menyampaikan pandangannya. “Jangan dikerasi karena si pelaku sudah tua. Mau diproses hukum ini. Jangan sampai malah menderita di dalam tahanan dan kita-kita juga yang repot,” katanya bijak dan tenang.

Setelah berdiskusi pada larut malam hingga jelang pagi itu, kami bubar dengan kesepakatan bahwa pelaku akan dikirim kepada keluarganya di Parepare bersama penuntunnya. Sementara korban diberi pendampingan dan bantuan psikososial untuk memastikan ia tetap dalam tumbuh kembang, tetap ceria sebagaimana laiknya anak-anak lainnya.

Pada kesempatan lain, dengan almarhum, ketika kami berkumpul di acara IAPIM (Ikatan Alumni Pesntren IMMIM). Beliau menyapa dan bercanda dengan saya. “Kenapa ko bisa diangkat jadi anggota kehormatan di IAPIM?” Tanyanya dengan gaya canda.

“Kalau saya tahu dan ada ka saat Mubes, pasti saya gagalkan,” lanjut Kak Mappi, yang disambut tawa oleh teman-teman IAPIM saat itu, seperti Armin Mustamin Toputtiri, Mustafa Irate, Anwar Wahab dan lain-lain.

Di lain waktu, kami berjumpa almarhum di sebuah hotel di Malaysia, sesaat jelang pertandingan Indonesia vs Malaysia di Stadion Bukit Jalil. Kami bersama rombongan DPP Partai Demokrat, dipimpin Mas Anas Urbaningrum. Saat itu, saya Wakil Direktur Eksekutif DPP Partai Demokrat.

BACA JUGA:  Regulasi Hubungan NU - PKB

Kak Mappi, kala itu, bersama rombongan PSSI, dipimpin Prof, Dr. HAM Nurdin Halid. Lagi-lagi almarhum berseloroh. “Pencinta bola ko juga rupanya. Saya juga ini terpaksa nonton bola jauh-jauh ke sini, karena diajak Pak NH. Sama-sama jaki tidak terlalu tahu bola. Tapi memang anak IAPIM itu ada di mana-mana,” ujarnya sembari tersenyum.

Saya timpali, “Saya kan anak buahnya Kak Mappi di IAPIM dan berteman di LSM. Bedanya, saya pengurus di MFS–Makassar Football School–dan juga pengelola LIGINA VI dan VII bersama Pak Reza Ali dan Bu Diza Ali.” Kataku menjelaskan.

Kembali dalam dialek Selayar, almarhum berujar, “Akomo lohe muni-muningmu, ambamoh maeki ri stadion.”

Banyak kenangan kami bersama almarhum. Namun hanya sekelumit ini yang dapat saya tuliskan. Sebab Pak Wahyuddin AB Kessa, sudah mendesak dan menekan, bahwa proses editing tinggal menunggu untaian perjalanan saya dengan almarhum.

Selamat Jalan Kak Mappi, Surga menantimu. Aamiin.

*****
Penulis: Salahuddin Alam, aktivis yang masih terus belajar.