Baca juga: Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh, Lengkap Arab dan Penjelasannya
Makassar hari itu benar-benar mencekam. Massa bergerak melempari toko-toko milik warga keturunan Tionghoa di sejumlah titik: Jalan Veteran, Jalan Dr Sam Ratulangi, Jalan Sulawesi, Jalan Irian, Jalan Penghibur, hingga Jalan Nusantara. Tak ayal, aksi pengrusakan, penjarahan bahkan pembakaran terjadi.
Selain 5 korban tewas, termasuk Anny dan Benny Karae, kerugian diperkirakan mencapai Rp17,5 miliar. Angka itu berasal dari akumulasi 1.535 ruko yang rusak, serta 77 mobil dan 155 unit sepeda motor yang hangus dibakar.
Sekjen Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Baharuddin Lopa bersama dua anggotanya, Soegiri dan Koesparmono Irsan, turun melakukan investigasi pada 19 September 1997. Komnas HAM menyimpulkan, kerusuhan bukan saja semata-mata dipicu oleh kasue Anny Mujahidah, penyebabnya juga karena adanya kesenjangan sosial (sulsel.idntimes.com).
Di tengah rusuh massa itu, ada sosok yang dalam istilah Pangdam VII/Wirabuana, Mayjen Agum Gumelar, sebagai “mutiara”. Agum menyebut Junaedy Saleh sebagai mutiara karena sikapnya yang arif merespons kematian anaknya. Dalam wawancara dengan stasiun TV, ayah dari Anny Mujahidah itu meminta warga menghentikan aksi anarkisnya.
Agum juga dibuat terharu oleh sikap Mustafa, remaja 17 tahun, yang tak ikut menjarah toko pakaian di Jalan Gunung Bulukunyi. Meski penjarahan terjadi di depan matanya, dia tidak ikut-ikutan. Alasannya, walau dia orang miskin, hanya tukang becak, tapi dia tak mau mengambil barang yang bukan haknya.
Saat peringatan Hari ABRI, tanggal 5 Oktober 1997, Junaidy Saleh dan Mustafa diundang hadir di Lapangan Karebosi. Sebagai Panglima Kodam VII/Wirabuana, Agum Gumelar memberikan penghargaan dan Piagam Wirabuana kepada mereka berdua (news.detik.com).
Berbagai cara dilakukan oleh Pangdam VII/Wirabuana, Agum Gumelar, Kapolda Sulawesi Selatan, Brigjen Ali Hanafiah, Gubernur Sulawesi Selatan, HZB Palaguna, dan Walikota Ujungpandang, Malik B Masry agar bisa meredam murka warga.
Agum Gumelar juga membangun masjid di kampung Junaidy Saleh, di daerah Parangtambung, Kecamatan Tamalate, Makassar. Saat peresmian Masjid Anny Mujahidah Rasunnah di Jalan Daeng Tata III No. 58A ini, saya juga hadir meliput dan menyampaikan reportase ke studio Bharata FM. Masjid ini jadi semacam monumen pengingat, betapa mahalnya ongkos kerusuhan yang mesti kita tanggung, baik secara ekonomi maupun sosial. (*)