Sampai rapat mau selesai, tak ada satu pun yang melaporkan kehilangan berkas, uang, dan alat-alat elektronik di kantornya.
“Apakah benar tidak ada masalah?,” Asmawi kemudian bertanya.
Akhirnya, salah seorang kepala kantor unit buka suara.
“Tadi malam, kantor saya dibobol perampok. Kantor diobrak-abrik, berkas-berkas diambil, uang disikat, dan alat-alat elektronik juga raib,” dia bercerita.
“Kok bisa dirampok. Bukankah ada satpamnya?,” Asmawi menyela dengan bertanya.
“Ada satpamnya, Pak, tetapi satpamnya disergap, mulutnya disumpal, tangannya diikat,” katanya membuat Asmawi rasanya ingin tertawa geli sekaligus ingin marah mendengar bualan stafnya itu.
Begitu satu orang mengaku, kepala kantor unit lainnya pun ikut-ikutan mengaku.
“Sepertinya gerombolan perampoknya banyak, Pak karena aksinya berbarengan langsung pada empat kantor unit,” kata mereka.
“Saya yang semalam ke kantor kalian. Tidak ada satpam yang berjaga. Saya masuk ke kantor dan mengambil barang-barang itu semua,” kata Asmawi setelah mendengar para kepala unit mengarang indah, membuat mereka kaget dan terdiam, antara takut dan malu.
Asmawi lalu meminta mereka untuk mengambil barangnya masing-masing di salah satu ruangan.
“Saya tidak mau lagi ada kantor unit yang tidak dijaga oleh satpam pada malam hari. Bayangkan, bagaimana jadinya jika yang membobol kantor adalah perampok benaran. Berapa banyak kerugian yang harus ditanggung,” dengan tegas Asmawi berkata.
Beberapa waktu berlalu, Asmawi secara diam-diam kembali melakukan patroli malam secara periodik ke kantor-kantor unit. Hasilnya, semuanya sudah dijaga oleh satpam yang selalu siaga. Kemajuan yang luar biasa.
Pelajaran dari kisah-kisah ini, sebagai ‘leader’, kita harus turun ke lapangan. Tidak bisa hanya mengandalkan dan percaya 100% pada laporan. Mesti ada ‘check and re-check’. Sebab, selalu terbuka adanya laporan ABS. Jika kondisi ini terus dibiarkan akan mengancam kinerja unit organisasi mapun perusahaan.
Ketika Asmawi berhasil menguji kantor-kantor unit BRI, para karyawan dan staf di sana jadi percaya bahwa sebagai pemimpin, Asmawi sungguh-sungguh mengawasi kerja mereka. Ini akan memotivasi mereka bekerja lebih baik lagi. Sebab, mereka tahu ada yang mengawasi”.
Kata kunci dari tiga peristiwa tersebut adalah perlunya supervisi yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Tidak boleh hanya mengandalkan laporan.
Tentu, kisah seperti ini masih banyak ditemukan di dalam buku yang sangat menginspirasi ini. (M.Dahlan Abubakar, bersambung)














