Oleh Rahman Rumaday (Founder K-Apel)
NusantaraInsight, Makassar — “Aku tak bisa mencintaimu dengan romantisme berlebihan Aku tak bisa mencintaimu dengan segenggam bunga Aku hanya mencantaimu seperti apa yang ibuku ajarkan Bahwa mencintaimu hanya sebagai seorang wanita dan sebagai seorang manusia.” ~ Rahman Rumaday
Pagi-pagi buta, ketika matahari masih malu-malu untuk menampakkan cahayanya, sebuah panggilan menggema dari luar rumah. Suara anak-anak memecah keheningan pagi dengan logat khas Makassar, “Kak Maamaaan… ada yang cari ki!” terdengar panggilan itu berkali-kali, seolah ingin memastikan pesan mereka sampai ke telinga saya, atau ada tidak saya di rumah karena anak-anak dan warga disekitar kompleks hafal betul jam berapa saya keluar rumah dan jam berapa saya kembali ke rumah.
Saya yang baru saja keluar dari kamar mandi, ketika panggilan itu menyadarkan saya. Iye’ tunggu… Dengan langkah yang cepat saya pun menghampiri pintu untuk melihat siapa yang datang.
“Sesungguhnya orang yang paling utama di sisi Allah adalah mereka yang memulai salam.” ~Hadits
Di balik pintu pagar, ada seorang bapak berdiri dengan menenteng dos kecil ditangan kanannya. Assalamu’alaikum…pak ucap bapak itu dari balik pintuk pagar Iye’ WaalaIkumussalam… menjawab salamnya
Matahari pagi pelan-pelan merayap memasuk halaman rumah, menerangi wajah bapak dan dos kecil yang ia tenteng. Dengan ramah, saya membuka pintu dan menyapa bapak itu, “Iya pak, kenapa ki’? tanya saya dengan logat Makassar.
“Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya suka menolong saudaranya.” ~ Hadits
Ini pak saya dari percetakan, mencari alamat ta’ di lorong sebelah cari rumah ta’ jawabnya sambil menunjukkan dos kecil yang ia tenteng, “Anak-anak yang main di sana ternyata kenal sekali sama bapak dan mereka mengantar saya ke sini.” Ujar Bapak itu
Saya yang masih dalam keadaan bertanya-bertanya memperhatikan dos kecil itu dengan rasa penasaran. Ada apa di dalamnya?” tanyaku sambil membuka dos tersebut. Kedua mata saya terbelalak dikagetkan ketika melihat isi dos itu berisi buku “Maharku Pedang dan Kain Kafan” jilid 1 dan 2.
“Dari siapa ini?” tanya saya heran, perasaan saya tidak pernah pesan dipercetakan manapun untuk dicetakkan buku ini
“Dari teman ta’” jawab bapak itu sederhana.
“Siapa namanya pak?” tanya saya lagi, mencoba mencari tahu siapa yang mengirimkan buku tersebut.
“Tidak ada yang disampaikan sama kami, hanya diminta untuk mencetak buku ini dan mengantarkan pada kita, (KITA, sapaan halus untuk orang kedua dalam bahasa Makassar) jelas bapak itu.