Kedai Kopi, Rekreasi, dan Diskusi Seni Budaya di Pelataran Sao Panrita

Padahal pemerintah kota kerap mengklaim Makassar sebagai kota dunia. Sayangnya, gedung-gedung yang biasa digunakan untuk pertunjukan seni budaya masih merupakan peninggalan Belanda. Societeit de Harmonie, dan Gedung MULO, misalnya.

Pertukaran Gagasan

Maka diskusi yang dipandu Irwan AR ini menjadi sangat relevan. Mereka yang hadir mencoba memetakan masalah lalu mencari solusi atas problem yang dihadapi, sesuai kebutuhan seniman.

Elaborasi gagasan dan pertukaran ide terjadi dalam suasana yang dialogis dan demokratis. Sesekali terlontar celetukan, untuk memancing gelak tawa. Sebuah kedewasaan sikap yang ditunjukkan, walau dengan argumentasi yang sangat kritis.

Asmin Amin, aktivis Ornop yang bertumbuh di kalangan seniman, menawarkan formula strategi pelestarian dan pengembangan seni budaya. Menurut mantan anggota DPR RI itu, diperlukan 4 pilar dalam strategi advokasi pemajuan seni budaya.

Pertama, mendorong adanya lembaga payung bagi seniman dan budayawan yang independen; Kedua, adanya dukungan regulasi dan pendanaan bagi lembaga seni budaya; Ketiga, terpelihanya kantong-kantong seni budaya di masyarakat; dan keempat, terselenggaranya even seni secara reguler baik berupa festival maupun ritual-ritual lainnya.

BACA JUGA:  Misteri M.Jusuf Tak Tembus Peluru

Pintu Masuk

Obrolan yang dimulai sekira pukul 21.00 itu, sesungguhnya sudah menemukan pintu masuknya. Kegiatan ini mendapat support dari Andi Makmur Burhanuddin, anggota DPRD Kota Makassar, periode 2024-2029.

Ketua Fraksi PKB, yang akrab disapa Noval itu, merespons positif rencana kawan-kawan untuk menyampaikan aspirasi dan berdialog dengan fraksi yang punya 5 kursi di DPRD Kota Makassar tersebut.

Anggota dewan yang punya DNA seniman itu menyadari pentingnya membangun perspektif yang sama. Biar mereka di fraksi bisa membawa wacana dan rekomendasi kalangan seniman ini di alat kelengkapan dewan, sesuai tupoksinya.

Diskusi formal yang ditutup pada pukul 23.45 wita itu, tidak membuat kawan-kawan lantas meninggalkan lokasi. Saya masih berbincang dengan Irwan AR dan Andri.

Saya flashback pada kerja-kerja advokasi di awal reformasi. Betapa tak mudahnya mencari sekutu dengan anggota legislatif. Berbagai strategi lobi dan jejaring dilakukan untuk mendorong perubahan kebijakan publik terkait isu tertentu.

Advokasi yang sama alotnya juga dilakukan terhadap eksekutif. Para aktivis melakukan pengorganisasi pada akar rumput untuk mendorong perubahan. “Partisipasi” dan “transparansi” pada masa itu belum menjadi kosakata yang familier.

BACA JUGA:  Wawancara Terakhir dengan H.M Alwi Hamu: Demi PSM Jual Vespa

Mereka di legislatif dan eksekutif masih kerap berlindung di balik “dokumen negara” dan “rahasia negara”, bila kita bicara APBD dan Ranperda. Beruntung bahwa kita bisa memainkan opini publik melalui media massa. Koalisi aktivis dan jurnalis efektif sebagai pressure group.

br
br