JANJI KAMPANYE YANG MENYULITKAN PEMERINTAHAN BARU

Kisah Donald Trump 2025 dan Dunia yang Saling Terkait

Tapi kini mereka tak punya suara dalam proses pembuatannya. Biaya logistik naik. Tenaga kerja migran berkurang.

Janji £350 juta per minggu untuk NHS? Tak pernah benar-benar datang.

Brexit bukan pengkhianatan janji. Justru pelaksanaan janjinya-lah yang mengecewakan.

Seperti Trump, para pemimpin Leave mengira dunia bisa diatur lewat slogan. Namun dunia menuntut ketelitian, bukan sekadar semangat.

-000-

Trump dan Brexit adalah dua wajah dari satu kegagalan: ketidakmampuan membaca zaman.

Mereka berdiri di atas panggung politik dengan bendera nasionalisme. Menjanjikan kemandirian ekonomi.

Tapi dunia hari ini bukan lagi dunia tembok tinggi. Ia adalah jaring halus tempat satu simpul bisa mengguncang seluruh sistem.

Kemandirian hari ini tak bisa dilepaskan dari keterhubungan.

Ketika Inggris keluar dari Uni Eropa, investasi pindah. Ketika Trump menutup diri lewat tarif, petani kehilangan pasar. Pabrik kehabisan bahan baku. Dan konsumen membayar lebih mahal.

Ini bukan soal pemimpin yang ingkar. Ini soal janji yang sejak awal menolak realitas.

-000-

Kita butuh pemimpin jenis baru, dari visi yang berbeda.

BACA JUGA:  KOKOH DI PILAR KONSTITUSI

Bukan yang menggugah emosi lewat slogan. Bukan yang menutup pintu demi harga diri palsu. Tapi yang memimpin dalam keterkaitan.

Pemimpin sejati tidak menjual mimpi lama. Ia menawarkan masa depan baru. Kekuatan bukan dari menolak dunia, tapi dari merangkulnya dengan kepala dingin dan hati terbuka.

Seperti puisi Lao Tzu:

“Air mengalir karena ia lembut, bukan karena ia memukul.”

Begitu juga janji. Yang mengubah dunia bukan yang mengguncang hati. Tapi yang menumbuhkan akar.

-000-

Dunia hari ini perlahan belajar. Menggantungkan harapan pada satu bangsa adalah membangun rumah di atas satu tiang. Bila tiang itu goyah, seluruh bangunan runtuh.

Bangsa-bangsa harus menanam akar di banyak tanah. Bukan karena benci pada Amerika, tapi karena cinta pada keseimbangan.

Ekonomi masa depan harus tumbuh dalam lanskap multipolar. Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa membentuk jejaring. Bukan garis vertikal kekuasaan.

BRICS, ASEAN, Uni Afrika—ini bukan hanya forum, tapi benih kebebasan ekonomi. Kita tak ingin menjatuhkan Amerika. Kita hanya tak ingin ditentukan olehnya.

BACA JUGA:  K-Apel dan Tongkat Ibu Andi Ernawati, S.Pd.,M.Pd.,Ph.D Kepala Sekolah SMA Negeri 21 Makassar

Karena masa depan yang adil bukan soal satu bangsa memimpin dunia. Tapi banyak bangsa yang saling menopang dunia.

Seperti bintang di langit malam. Yang bersinar bukan karena satu cahaya, melainkan karena berjuta cahaya kecil yang memilih tidak padam.

-000-

Dalam ladang John yang kini sepi dari mesin panen, tersimpan satu pelajaran paling jujur:

Jangan nilai pemimpin dari seberapa keras ia berteriak. Tapi dari seberapa bijak ia memilih janji.