Hj Normi Palaguna, dan Kaset Rekaman Sebagai Bukti Siar

Bulan Desember merupakan momen saya banyak berinteraksi dan melakukan wawancara dengan Hj Normi Palaguna. Bagaimana tidak. Tanggal 7 Desember merupakan ulang tahun Dharma Wanita. Di tanggal 22 Desember ada Hari Ibu. Lalu ada Hari Kesatuan Gerak PKK, pada 27 Desember.

Saya beruntung, sering dapat jatah wawancara tersendiri, berbeda dengan wartawan lain, karena butuh penjelasan Bu Normi yang runtut. Tuntutan program acara SKETSA membuat wawancara dalam bentung taping itu perlu dilokalisir dari kemungkinan gangguan. Biar alurnya rapi maka wawancara eksklusif akan lebih baik. Bila sudah ditayangkan, saya akan membawa bukti rekaman itu ke kantor Dharma Wanita di Jalan Mappanyukki, Makassar.

Kadang, saya juga ikut kunjungan kerja Hj Normi Palaguna di luar Makassar. Suatu ketika, saya ikut meliput ke Panti Jompo Tresna Werdha Gau Mabaji, di Gowa. Di Balai Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia (BRSLU) ini, saya dan wartawan lainnya, melihat sepasang kakek-nenek menikah pada usia 70 tahun lebih. Pulang dari sana, dengan menumpangi bus Damri, kami diajak makan Coto Sunggu di Jalan Sultan Hasanuddin, Sungguminasa.

BACA JUGA:  Generasi Darurat Pornografi di Era Digital, Bagaimana Memutuskannya?

Kunjungan saat itu mengingatkan saya pada liputan di Panti Werdha Theodora atau Rumah Theodora di jalan Sungai Saddang. Di panti jompo itu saya melihat kehidupan para lansia yang memprihatinkan. Beberapa di antara mereka masih punya anak tapi justru orang tuanya dikirim ke panti jompo.

Pernah pula, saya ikut kunjungan kerja di Politeknik Pelayaran Barombong. Setelah itu lanjut makan ikan bakar di sana. Beberapa teman yang makan dekat Bu Gub, mengaku tidak leluasa makan kepala ikan. Mereka sungkan menyantap bagian kepala ikan, terutama bagian otaknya, yang kalau diisap akan menimbulkan bunyi. Padahal sudah ngiler.(*)