Hj Normi Palaguna, dan Kaset Rekaman Sebagai Bukti Siar

Saya ingat persis, salah satu narasumber yang rutin saya wawancarai, yakni Hj Normi Palaguna, istri dari Mayor Jenderal (Mayjen) TNI (Purn), H Zainal Basri Palaguna, Gubernur Sulawesi Selatan (periode 1993-1998 dan 1998-2003). Sebelum jadi Gubernur Sulawesi Selatan, HZB Palaguna, merupakan pemegang tongkat komando Pangdam VII/Wirabuana (1991-1993). Sosok pemimpin yang berwibawa dan beritegritas ini mampu membawa daerah ini melewati masa-masa kritis, krisis ekonomi di tahun 1998.

Dalam situasi negara yang sedang dililit kesulitan ekonomi yang dikenal dengan istilah krismon itu, ada gerakan cinta rupiah berupa menyumbang perhiasan dan logam mulia untuk membantu memulihkan kondisi ekonomi negara yang morat-marit. Gerakan ini dimotori Siti Hardijanti Rukmana atau Mba Tutut, anak Presiden Soeharto.

Mba Tutut ini merupakan Menteri Sosial pada Kabinet Pembangunan VII. Ia menjabat dalam waktu singkat, terhitung hanya sejak 14 Maret 1998 sampai dengan 21 Mei 1998.

Nilai tukar rupiah ketika krismosn, anjlok dari semula Rp2.500 menjadi Rp17.000 untuk setiap satu dolar Amerika. Karena itu, muncul ajakan sumbang emas sebagai bentuk solidaritas dan wujud patriotisme. Penggalangan emas saat itu ramai jadi bahan pemberitaan.

BACA JUGA:  Catatan Pinggir Wisuda Unpacti: Akhir Manis Sebuah Perjuangan, Berangkat dari Cibiran

Hj Normi Palaguna termasuk yang saya wawancara, mengingat penyumbang emas banyak di antaranya ibu-ibu. Era itu populer istilah peran ganda, sebagai istri pejabat atau wanita karier, sekaligus ibu bagi anak-anaknya.

Sebagai istri Gubernur Sulawesi Selatan, Hj Normi Palaguna secara ex officio memegang jabatan sebagai Ketua Dharma Wanita Provinsi Sulawesi Selatan, dan Ketua Tim Penggerak PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga). Jadi beliau layak diwawancarai.

Di masa awal, agak sulit untuk bisa ikut nimbrung wawancara. Sebab, saya sering ditanya, dari radam mana? Saya jelaskan bukan dari radam, tapi radio siaran swasta yang punya program berita, seperti RRI. Saya perlu perjelas, biar tidak salah persepsi. Karena kalau radam itu, lebih ke istilah radio liar, yang bersiaran tanpa mengantongi izin frekuensi. Namun, tetap saja pertanyaan serupa sering saya hadapi.

Untuk meyakinkan orang yang diwawancarai, saya akan menyebut nama program dan jam siarnya. Bila perlu hasil wawancara yang sudah ditayangkan, dibawa kepada yang bersangkutan sebagai bukti siaran. Bukti siarannya direkam pada kaset bekas, yang biasa dipakai untuk iklan.

BACA JUGA:  Fiam Mustamin, Jakarta, dan Perfilman Nasional

Hasil wawancara dengan Ibu Hj Normi Palaguna juga demikian. Lazimnya, saya serahkan bukti rekaman itu kepada Humas Pemprov Sulawesi Selatan, Pak Junur, yang selalu mendampingi Bu Gub dalam kegiatan-kegiatan Dharma Wanita.