Bunda, begitu biasa ia disapa, dua kali terpilih sebagai anggota DPRD Kota Makassar (2004-2009 & 2009-2014), dan dua kali terpilih sebagai anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (2014-2019 & 2019-2024). Dalam pemilu 2024 ini, Sri Rahmi maju sebagai caleg PKS untuk DPR RI.
Mengapa judulnya “Tuhan di Bilik Suara”? Itu karena saya percaya ada kuasa, ada kekuatan yang menggerakkan hati seorang pemilih memilih kandidat tertentu saat berada di bilik suara. Hitungan waktunya memang sangat sempit. Mungkin hanya 3 menit di bilik suara.
Dari buku yang memorable itu, ada hikmah yang saya catat. Bahwa praktik politik yang dijalani seorang Sri Rahmi, bukan politician an sich, tapi ia mengembangkan politik transformatif. Bahwa ia kaya pengalaman maccaleg, dan punya spirit pengabdian pada keluarga, masyarakat, dan negara. Politik baginya juga bukan sekadar passion tapi merupakan calling. Jiwa politiknya terbentuk sejak dini. Bahwa ada religiusitas dalam kehidupan politiknya, sehingga selalu menyertakan Tuhan dalam tindakan dan ucapan politiknya.
Sebagaimana buku yang diniatkan ditulis sebagai pembelajaran, saya mencatat bahwa keterpilihan seseorang dalam pemilu, terutama incumbent, ada beberapa sebab. Pertama, komunikasi politik yang terus merawat silaturahmi. Kedua, membangun dan mengembangkan networking. Ketiga, merawat konstituen. Keempat, adanya tim kerja yang meski kecil tapi efektif. Kelima, dukungan dan keluarga. Keenam, pilihan partai. Ketujuh, visi politik sang kandidat.
Dari judul buku yang juga jadi judul tulisan ini, saya percaya bahwa masih banyak politisi yang istiqamah menjalankan politik profetik. Politik kenabian ini memiliki 4 sifat. Yakni Amanah (tanggung jawab), Siddiq (dapat dipercaya), fathonah (cerdas), dan tabligh (penyampai). Wallahu Alam Bis Sawab. (*)