Di tahun itu, saya masih di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sulawesi Selatan. Plan dan LPA bekerja sama mengadakan Pelatihan Hak-Hak Anak, yang ditindaklanjuti dengan pendampingan kelompok anak, yang disebut Dewan Anak. Pendamping ini merupakan fasilitator saat pelatihan, terdiri dari Mulyadi Prayitno, Selle KS Dalle, Fadiah Machmud, dan saya. Kami pengurus LPA Sulawesi Selatan, yang saat itu diketuai oleh Prof Mansyur Ramly.
Saya ceritakan, kalau baru pulang dari Takalar Lama untuk bernostalgia melihat lokasi tempat kami mengadakan pertemuan Dewan Anak, di mana Daeng So’na merupakan salah satu pengurusnya. Daeng So’na, kala masih kanak-kanak merupakan Ketua Dewan Anak Desa Paddinging.
Rupanya, cerita saya yang mengungkap pengalaman mengadvokasi hak-hak anak ini menarik. Saya lalu didaulat untuk memberikan testimoni terkait kiprah yang dilakukan Daeng So’na. Begitu kamera kembali on, saya diwawancarai.
Saya paparkan bahwa apa yang kita lihat pada diri Daeng So’na merupakan buah dari kesadaran kritis yang terbentuk sejak Dewan Anak. Di Dewan Anak, Daeng So’na dkk diberi pemahaman bahwa partisipasi itu hak mereka. Sejatinya, pandangan dan pendapat mereka perlu didengar. Anak-anak harus diberi ruang, akses dan kesempatan untuk berperan serta, termasuk dalam tahapan dan perencanaan pembangunan. Tentu sesuai usia dan kematangan. Hak partisipasi ini dalam konteks HAM merupakan hak sipil dan politik.
Untuk keperluan proses produksi bukan hanya dilakukan wawancara tapi juga melihat langsung aktivitas Daeng So’na yang membuka Sekolah Puan Tani. Ini gerakan literasi bagi anak-anak petani yang dibekali keterampilan menulis agar mereka bisa menyuarakan dan mempromosikan desanya melalui berbagai platform digital.
Syuting yang memperlihatkan Daeng So’na menanam bibit tanaman juga dilakukan. Bagian ini butuh take berulang-ulang. Beberapa kali kami yang menonton proses syuting mesti bergeser, mencari tempat aman agar tidak “tertangkap kamera”. Akhirnya, dari arah balai-balai yang berada di belakang, dekat rumpun bambu, kami menyaksikan semua keseruan proses syuting.
“Bisa dibayangkan bagaimana repotnya orang bikin sinetron,” kata saya kepada anak-anak yang tadi ikut pengambilan gambar Kelas Menulis Kreatif.
Areal bekas galian tambang pasir yang merusak kawasan persawahan juga disyuting. Selain itu, kru TVRI juga sudah mengagendakan untuk syuting pembuatan pupuk alami, pertemuan ibu-ibu SePAKaT dan aktivitas Daeng So’na yang lain.
Ikbal Dg Situru, Sekretaris Dinas (Sekdis) Pertanian Kabupaten Takalar, juga diwawancarai oleh kru TVRI. Sekdis yang seorang insinyur ini memaparkan peran Takalar sebagai salah satu kabupaten penyangga pangan bagi Kota Makassar, dan Sulawesi Selatan. Ikbal berkisah, dia tidak asing dengan konsep pertanian alami karena ibunya pada era 70-an, memimpin organisasi wanita tani skala nasional.