Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator Satupena Provinsi Sulawesi Selatan)
NusantaraInsight, Gowa — “Kita ini seperti memberi cek kosong bagi penguasa.” Sepenggal kalimat ini saya ingat, disampaikan Goenawan Mohammad, di Wisma Tempo, Sirnagalih, tahun 1998. Saya berada di Wispo, begitu kami menyebutnya, yang berada di Megamendung, kawasan puncak Bogor, Jawa Barat, karena menjadi bagian dari peserta pelatihan jurnalisme radio yang diadakan Institut Studi Arus Informasi (ISAI).
ISAI merupakan organisasi non-pemerintah, didirikan pada tahun 1995. ISAI didirikan oleh beberapa wartawan dan ilmuwan, yang prihatin terhadap kemerdekaan pers. Lembaga ini bergerak di bidang kebebasan berekspresi, kemerdekaan pers, dan kebebasan berpikir. Pendirinya, antara lain Goenawan Mohammad, Aristides Katoppo, Mochtar Pabottingi, dan Ashadi Siregar.
Tahun 1998 itu merupakan kali pertama saya ke Jakarta. Masih sangat terasa suasana reformasi yang berhasil melengserkan Presiden Soeharto, setelah berkuasa lebih tiga dekade. Dari bandara internasional Soekarno-Hatta ke Jalan Utan Kayu 68H, Jakarta Timur, pembicaraan dengan sopir taksi, melulu soal demo besar di ibu kota. Begitupun saat saya, sebelum kegiatan, berkunjung ke rumah adik saya, Rantau Tompo, yang tinggal di Kebon Bawang, dia banyak bercerita tentang penjarahan pusat-pusat bisnis di kawasan Jakarta Utara.
Kondisi sosial politik yang panas, masih jadi bahan obrolan utama, begitu saya bertemu teman-teman baru di Utan Kayu 68H. Di tempat yang dikenal sebagai komunitas Utan Kayu ini, selain kantor ISAI, ada pula Kedai Tempo, Teater Utan Kayu (TUK), Gallery Lontar, dan toko buku Kalam. Pada dinding galeri, yang menghadap kantin, terdapat mural “The Creation of Adam”, meniru lukisan karya Michelangelo.
Di toko buku Kalam, bisa ditemukan buku-buku terlarang di masanya. Salah satu buku yang saya beli di situ adalah buku “Bumi Manusia” karya Pramoedya Ananta Toer, yang masih terbitan Hasta Mitra (1980). Kalam juga menjual kaos dengan desain bertema politik yang menarik. Di lantai dua, di atas toko buku, terdapat studio Kantor Berita Radio (KBR) 68H (dieja “namlapan ha”).
Peserta pelatihan ini berasal dari berbagai daerah. Dari Makassar, saya dari Radio Bharata FM dan Andi Mangara dari Radio Mercurius FM. Peserta lain, Dedy Agung Sukarno (Radio Elshinta, Jakarta), Erick Sasono (Delta FM, Jakarta), Hari H Witharja (Prosalina FM, Jember), A Kadri (Radio Prapanca FM, Medan) Yunita Mandolang (Wijaya FM, Surabaya), Dani Wildan (Volare FM, Pontianak) dan beberapa teman yang nama-namanya tak semua saya ingat.