CATATAN SEPANJANG JALAN: Identitas dan Sejarah Kota

Sepanjang jalan kenangan di Malioboro
Rusdin Tompo di Jalan Malioboro Yogyakarta

Ini membuktikan, penulisan nama jalan berubah sesuai kebijakan bahasa saat itu. Pada tahun 1947, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, Soewandi, menetapkan perubahan ejaan bahasa Indonesia supaya ejaan yang berlaku lebih sederhana. Ejaan baru itu, oleh masyarakat kemudian diberi julukan Ejaan Republik. Selanjutnya, muncul Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dipegang oleh Mashuri. Ejaan ini diresmikan pada hari Proklamasi Kemerdekaan berdasarkan Keppres Nomor 57 Tahun 1972. Tentu saja, sejak itu penulisan nama-nama jalan mengikuti ketentuan EYD. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mengganti nama jalan di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

Dari segi dinamika perkembangan kota juga mempengaruhi pemberian nama jalan. Dalam buku “Pedoman Kota Besar Makassar” (1954), misalnya, sejumlah lorong di sepanjang Jl. Veteran berganti status menjadi jalan, seperti Lorong 22 menjadi Jl. Kidjang, Lorong 1 menjadi Jl. Kelintji, dan Lorong 71 berubah menjadi Jl. Mairo.

Demi penataan kota yang lebih teratur, Walikota Makassar, H. Muhammad Daeng Patompo (1967-1978), membuat nama jalan atas 17 (tujuh belas) kelompok nama, mulai dari nama bunga-bungaan/tumbuhan, unggas, ikan, pulau-pulau hingga nama-nama pahlawan. Walikota visioner itu juga membuat nama-nama jalan dengan menggunakan istilah bahasa daerah yang memiliki makna positif, seperti Jl. Baji Ati, Jl. Baji Areng, Jl. Baji Dakka, Jl. Baji Gau, dan lain-lain.

BACA JUGA:  Anak Hilang, Pulang Nak!

Pada era walikota-walikota Makassar selanjutnya juga ada pergantian nama jalan. Misalnya, pada masa pemerintahan Ilham Arief Sirajuddin, nama Jl. Racing Center berganti menjadi Jl. Prof. Dr. Basalamah. Dinamakan Jl. Racing Center, karena pada tahun 1983, di kawasan ini dibangun arena balapan go kart pertama di timur Indonesia. Perubahan ini merujuk pada Keputusan DPRD Kota Makassar No.16/XII/2006. Penggantian nama jalan tersebut, menurut Prof. Mansyur Ramly, untuk mengenang jasa mendiang mantan Ketua Yayasan Badan Wakaf dan Rektor UMI, Prof Basalamah. Basamalah termasuk inisiator yang membuka kawasan rawa di kampung Karampuang, Kecamatan Panakkukang, untuk membangun Kompleks Perumahan Dosen UMI (www.makassar. tribunnews.com).

Perubahan terhadap nama jalan, juga harus ditempuh lantaran beban stigma sosial yang ditanggung berkaitan dengan praktik tercela yang terjadi di kawasan itu. Seperti rencana Walikota Makassar, Moh. Ramdhan Pomanto, yang hendak mengganti nama Jl. Nusantara dengan nama yang dinilai bisa mengubah imej atas kawasan lampu merah tersebut. Maklum, Jl. Nusantara punya konotasi dan reputasi sebagai kawasan prostitusi. Sehingga, area di bibir pelabuhan laut Soekarno-Hatta ini akan disulap menjadi pusat wisata kuliner.