Nama trayek ditempel berupa stiker pada kaca depan mobil. Sedangkan kalau di belakang, biasanya disemprot menggunakan cat pylox. Dengan begitu, pete-pete kampus UNHAS mudah sekali dikenali. Para sopir pete-pete kampus ini terhimpun dalam Koperasi Angkutan Kota dan Umum (KAKMU).
Solidaritas sopir pete-pete kampus terlihat saat mereka bersama-sama menolak DAMRI bertingkat masuk kampus. Moda transportasi yang dijuluki kandang puyuh itu, dinilai akan mengurangi penghasilan mereka karena tarifnya sedikit lebih murah dan mampu membawa penumpang dalam jumlah banyak.
Pete-pete trayek 07, biasanya melayani jalur Perumnas-IKIP-Sentral. Jadi, kalau mereka tidak sedang mengantar penumpang mahasiswa ke kampus UNHAS, Tamalanrea, misalnya saat hari libur, maka pete-pete itu akan mengambil penumpang umum rute Perumnas-IKIP-Sentral.
Perumnas yang dimaksud di sini, yakni Perumnas Panakkukang II, meliputi Toddopuli, Tamalate, dan Tidung. Meski tertulis trayek Perumnas-Kampus UNHAS, tapi pete-pete rute ini juga mengangkut penumpang di kawasan-kawasan sekitarnya.
Karena sering ngobrol dengan sopir, termasuk dengan Pak Haji, saya jadi paham, mengapa mereka tertarik masuk kampus.
Penumpang kampus itu jelas segmennya. Mereka rapi, tidak seperti kebanyakan penumpang umum. Sekali tarik, apalagi bila dari kampus, pasti penuh, sehingga penghasilannya lebih dapat diukur dan terjamin.
Nah ini, ada semacam kebanggaan atau gengsi bisa kenal dan bergaul dengan mahasiswa. Makanya, jangan heran bila antara sopir pete-pete kampus UNHAS dengan mahasiswa, rerata saling kenal.
Hampir semua sopir trayek yang biasa ditumpangi, dihafal namanya.
Hanya saja, harus diakui, jumlah pete-pete kampus saat itu relatif terbatas. Kadang, mahasiswa menunggunya cukup lama baru ada pete-pete yang muncul. Kalaupun muncul, belum tentu masih ada kursi kosong. Bisa saja sudah penuh. Maklum, penumpangnya hanya cukup untuk 11-12 orang. Rinciannya, 1 orang di depan, 6 penumpang di sisi kanan, dan 4 di sisi kiri. Tambahan 1 orang, duduk di dekat pintu, pada bangku yang sengaja disediakan sopir.
Terbatasnya kapasitas angkot, membuat sopir selektif mengambil penumpang di jalan. Mereka selalu mengutamakan penumpang mahasiswa, terutama mahasiswa UNHAS.
Dengan kondisi ini, begitu saya mendapat tawaran dari Pak Haji, saya langsung menyampaikan kepada teman-teman sejurusan. Mereka merespons tawaran tersebut dengan senang hati. Karena dengan begitu, sudah pasti mereka akan mendapat tumpangan ke kampus bila ada jadwal kuliah pagi, dan tak harus berebutan pete-pete di sore hari, bila mengikuti jadwal kuliah terakhir di kampus.