Arief Widiarto, Memulai Urban Farming Dua Tahun Sebelum Dilaunching

Oleh Aslam Katutu

NusantaraInsight, Makassar — Pagi itu saya sengaja memilih sholat Subuh di Masjid Bin Baz, Bukit Baruga. Biasanya, saya bergilir sholat Subuh di tujuh masjid yang ada di kawasan ini.

Namun kali ini, ada dua alasan khusus: saya ingin melihat langsung pohon anggur di pelataran masjid yang kabarnya mulai berbuah, sekaligus berharap bisa berkenalan dengan sosok pendiri Masjid Bin Baz, yang selama ini hanya saya kenal namanya—Pak Arief.

Dari cerita sebagian warga, beliau dikenal sebagai pribadi yang terkesan acuh dan lebih suka menyendiri, kurang begitu akrab dengan lingkungan sekitar. Justru hal itulah yang membuat saya termotivasi untuk bisa mendekat, bersilaturahmi, dan mengenalnya lebih dekat.

Selepas sholat Subuh, saya memberanikan diri bertanya pada salah seorang jamaah, “Yang mana Pak Arief?” Ia lalu menunjuk seorang lelaki yang duduk di bagian paling belakang, bersandar pada railing masjid, menghadap ke kolam ikan koi, sambil memegang Al-Qur’an yang baru saja selesai dibacanya.

Saya mendekat, menjabat tangannya dengan hangat, lalu membuka percakapan ringan yang berujung pada kekaguman saya terhadap perkebunan anggur yang dikelola di pelataran masjid itu.

BACA JUGA:  D'Baji Cafe Malino, Konflik Poso dan Ambon, Serta Artis Ibu Kota

Waktu kami berbincang memang tidak lama, mungkin karena beliau ada agenda lain. Obrolan singkat itu sempat membuat saya bertanya dalam hati: benarkah beliau sosok yang acuh?

Namun bisikan hati saya berkata sebaliknya: orang saleh pasti menyukai silaturahmi, hanya mungkin cara dan waktunya yang berbeda.

Beberapa hari kemudian, saya kembali bersilaturahmi. Pagi itu saya mendapati Pak Arief tengah sibuk mengarahkan Ahmad, menantu sekaligus orang kepercayaannya dalam mengelola kebun.

Ahmad tampak telaten menangani bibit melon yang baru tumbuh setinggi 2–5 sentimeter. Obrolan kami kali ini berlangsung lebih akrab. Banyak hal seputar berkebun yang kami bahas, hingga saya tahu bahwa Pak Arief sudah lebih dulu memulai kegiatan Urban Farming di masjid ini sejak dua tahun lalu.

Saya lalu bisikkan kalau saya juga punya mimpi bisa membangun sebuah Masjid yang kelak menjadi Istana kita di Surga. Semoga kelak bisa terwujud, minimal saya bisa ikut menumpang Istana Pak Arief di surga nanti, canda saya.

Saya pun menceritakan bahwa saya beternak ayam kampung Yudistira di Maros, dan berniat membawa beberapa ekor ke kebun masjid agar menjadi bagian dari Integrated Urban Farming.

BACA JUGA:  AB Iwan Azis tentang Rahman Arge dan Aktivitasnya

Gayung bersambut, beliau menyetujui dengan penuh semangat. Tidak lama kemudian, kami membangun kandang ayam semi-umbaran di pojok halaman masjid, lalu saya membawa 24 ekor indukan ayam yang sudah siap bertelur.