AB Iwan Azis, Aktor dengan Multi Peran

Secara simbolis, saat deklarasi, kami melakukan aksi menggunting roll film sebagai wujud sikap MPF menolak film-film yang tidak bermutu, yang hanya akan meracuni generasi muda.

Setelah deklarasi MPF, dan beberapa kali pertemuan, saya pun kehilangan kontak dengan pria yang bulan kelahirannya sama dengan saya, Agustus, tetapi berselisih 22 tahun itu.

Setiap kali bertemu, pilihannya tentu saja selalu warung kopi. Beliau mengaku, warung kopi merupakan ruang yang mempertemukannya dengan banyak kalangan.

Interaksinya bukan semata-mata untuk ngopi, tetapi juga bertemu relasi, berdiskusi, dan merawat silaturahmi dengan berbagai kalangan. Wartawan, akademisi, politisi, akademisi, birokrat, aktivis, seniman, dan budayawan merupakan lingkaran pergaulannya.

Dengan rendah hati Iwan Azis mengungkapkan, bahwa dari merekalah beliau menimba ilmu dan belajar.

Saya bertemu kembali dengan Iwan Azis, saat beliau menjadi salah seorang tamu program acara “Beranda Pak RT” di RRI Pro1 Makassar, Jalan Riburane.

Saya merupakan host dari acara bincang-bincang yang membahas seputar kegiatan-kegiatan kelurahan, antara lain MakassarTa’ Tidak Rantasa, Bank Sampah, Lorong Garden, dan sebagainya, di masa Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto itu.

BACA JUGA:  Indira Jusuf Ismail, PKK, dan Kota Layak Anak

Tamu-tamu saya, setiap Rabu, tak hanya Lurah, tapi juga Camat, RT/RW, LPM, dan pemangku kepentingan terkait di kelurahan.

Iwan Azis, kala itu, hadir sebagai Ketua RW di Kelurahan Karangpuang, Kecamatan Panakkukang. Tanggal persisnya, saya kurang ingat, tetapi peristiwa ini terjadi sebelum pandemi Covid-19.

Setelah itu, pertemuan sporadis antara saya dan beliau terjadi, di waktu dan tempat berbeda, tetapi kemudian berpisah, tak ada kelanjutan.

Kami nanti rutin bertemu sejak 2024. Hampir setiap pekan, beliau men-japri saya, mengajak bertemu di Warkop Azzahrah, Jalan Abdullah Daeng Sirua, yang letaknya kurang dari 200-an meter dari rumahnya di Kompleks Haji Kalla.

Setiap kali bertemu, menu yang kami pesan sudah dihapal oleh pelayan warkop. Iwan Azis memesan telur setengah matang dan susu beruang, sedangkan saya telur setengah matang dan kopi susu. Menu tambahan, bisa berupa mie instan, ubi goreng atau pisang goreng, tergantung situasi saat itu.

Dalam pertemuan-pertemuan ngobrol sembari ngopi itulah, cerita-ceritanya dibagikan. Semula hanya jadi perbincangan biasa, layaknya orang bertemu di warung kopi.

BACA JUGA:  Testimoni Ikhsan S. Jusuf Saloko atas Buku Maharku: Pedang dan Kain Kafan

Namun, saya berinisiatif mencatatnya, merekamnya, dan mendokumentasikan kisah-kisah yang dituturkan oleh beliau. Sebab, ada news value dalam banyak informasi yang beliau sampaikan.

br