Ma’REFAT INSTITUTE Telaah Dinamika Perkembangan Kota Makassar

Ma’REFAT INSTITUTE Sulawesi Selatan kembali menggelar agenda Ma’REFAT INFORMAL MEETING (REFORMING) yang ke-19, pada Minggu 19 Januari 2025.
Ma’REFAT INSTITUTE Sulawesi Selatan kembali menggelar agenda Ma’REFAT INFORMAL MEETING (REFORMING) yang ke-19, pada Minggu 19 Januari 2025.

“Keterkaitan antara wilayah-wilayah dalam kota tidak terjadi, yang menyebabkan bagian-bagian kota tidak saling berhubungan. Di masa lalu, keterkaitan antar wilayah sangat diperhatikan, namun sekarang hal ini tidak terlihat lagi.”

Muttaqin melanjutkan, “Kota yang ideal adalah kota yang mampu membawa masyarakatnya menuju kebahagiaan sejati. Namun, ini sulit dicapai jika kepemimpinan kota tidak mumpuni atau tidak memiliki visi yang jelas.”

Peserta diskusi juga memberi berbagai tanggapan, salah satunya pembangunan Kota Makassar menimbulkan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan. Pembangunan selalu melahirkan dampak, baik positif maupun negatif. Sayangnya, penguasa dan pemimpin daerah sering kali hanya fokus pada kemajuan yang berorientasi pada pertumbuhan dan keuntungan, tanpa mempertimbangkan berbagai dampak negatif pembangunan yang hadir setelahnya.

Muttaqin menanggapi, “Harapan untuk perkembangan kota ini bukanlah sesuatu yang muluk-muluk. Jika dalam lima tahun ke depan, pemerintah mampu mengurangi beberapa persoalan signifikan, itu sudah menjadi langkah besar.”

Misalnya saja, fokus pada perbaikan pelayanan dasar seperti pengelolaan sampah, penyediaan air bersih, transportasi publik yang layak, dan mitigasi banjir akan membawa dampak positif yang nyata. Jika cakupan wilayah terdampak banjir dapat dikurangi dari 12 kecamatan menjadi 10 atau bahkan 6 kecamatan, itu sudah menunjukkan kemajuan yang berarti.

BACA JUGA:  Angin Puting Beliung Terjang Dua Desa di Ajangale Bone

Namun, jika tidak ada perubahan substansial dan hanya berkutat pada jargon-jargon semata, Kota Makassar terancam terjebak dalam stagnasi yang berkepanjangan. “Saya khawatir, tanpa arah yang jelas, Makassar dapat mengarah pada salah satu dari tiga kategori kota yang disebut oleh Al-Farabi, yaitu Kota Jahiliyah (bodoh), Kota Fasiq (durhaka), atau Kota Sesat, dan bukannya menjadi Al-Madinah Al-Fadilah (Kota Utama yang Ideal),” ungkap pemerhati lingkungan dan tata ruang MA’REFAT Institute menutup pemaparannya.

Dalam diskusi ini, hadir berbagai peserta dari latar belakang yang berbeda, mulai dari akademisi, pengusaha, hingga aktivis sosial, berkumpul untuk membahas transformasi Kota Makassar dengan refleksi mendalam tentang sejarah, dinamika masa kini, hingga strategi menghadapi tantangan masa depan. Diskusi diakhiri pada pukul 16.30 WITA.