Inilah ketidakadilan naratif yang membuat banyak negara Muslim dan masyarakat sipil di seluruh dunia frustrasi. Sebab suara kebenaran selalu dibungkam oleh suara kekuatan militer dan propaganda media.
Hasil dari Strategi Playing the Victim
Apa yang diperoleh Israel dari strategi playing the victim ini?
1. Dukungan militer dan finansial dari AS semakin deras.
Setiap kali Israel terlihat “diserang,” Kongres AS dengan cepat menyetujui bantuan militer tambahan.
2. Legitimasi untuk menyerang balik dengan kekuatan penuh.
Setelah Iran membalas, Israel merasa sah untuk menyerang fasilitas militer Iran secara langsung, meski dampaknya bisa memicu perang regional.
3. Menekan simpati publik terhadap pihak lain.
Dengan citra korban, Israel menutup ruang simpati terhadap Palestina, Iran, atau negara lain yang menjadi target kebijakan ekspansionisnya.
4. Memperkuat posisi politik dalam negeri.
Pemerintah Israel bisa meredam kritik dari dalam negeri dengan mengalihkan perhatian ke “ancaman dari luar.”
Krisis Kemanusiaan yang Tak Pernah Diakui
Dalam konflik dengan Palestina, Israel telah membunuh lebih dari 35.000 orang di Gaza dalam waktu enam bulan terakhir. Namun dunia diam. Mengapa? Karena narasinya sudah dikuasai: Israel sedang “membela diri.” Padahal yang terjadi adalah pembantaian!
Kini, terhadap Iran, skenarionya mirip: menyerang, memancing reaksi, lalu mengklaim sebagai korban. Bedanya, kali ini yang diserang adalah negara besar yang memiliki kemampuan balistik — dan keberanian untuk membalas. Tetapi Israel tetap ingin mengatur panggung: “Kami diserang, maka kami berhak membalas lebih besar.”
Di Mana Keadilan Dunia?
Pertanyaannya kini adalah: sampai kapan dunia membiarkan permainan narasi ini terus terjadi? Sampai kapan hukum internasional hanya berlaku bagi negara-negara lemah, sementara negara seperti Israel bisa bertindak semaunya?
Apa jadinya jika negara lain — sebutlah Indonesia, Malaysia, atau Turki — menyerang kedutaan besar suatu negara lain dan menewaskan para pejabatnya? Tentu dunia akan segera mengecam. Tapi ketika Israel melakukannya, itu disebut sebagai “tindakan antisipatif.”
Inilah bentuk hipokrisi internasional yang paling nyata — dan menyakitkan! (maaf jika saya sedikit emosi )
Membongkar Narasi, Menegakkan Fakta
Kita tidak sedang bicara soal siapa yang paling kuat militernya, tetapi siapa yang paling memanipulasi persepsi. Dalam dunia yang dikuasai media, kebenaran bukan lagi soal fakta, tapi soal narasi. Dan di sinilah tugas besar kita sebagai masyarakat Muslim, kaum intelektual, para penulis, wartawan, aktivis kemanusiaan, dan media alternatif.