Bagi Mohammad Muttaqin Azikin, “Ekosida adalah bunuh diri ekologis.” Muttaqin melanjutkan, hal ini bisa terjadi karena kita memberikan amanah kepada orang-orang yang tidak tepat untuk mengelola sumber daya alam yang kita miliki, bahkan mereka para penyelenggara negara, sering kali membuat regulasi yang memungkinkan untuk terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang kita hadapi.
Sebagai Planolog dan Pemerhati Tata Ruang, Muttaqin menyayangkan penataan ruang tidak menjadi hal mendasar yang diperhatikan oleh pemerintah. “Padahal dalam konstitusi dan perundangan kita, seperti Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang jelas sekali menyebutkan, pemerintah menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sayangnya ini tidak kita temui di dalam praktiknya,” terang Muttaqin.
Muttaqin menjelaskan bahwa sejak Undang-Undang Cipta Kerja disahkan, skema besar pembangunan di Indonesia berubah secara drastis. Undang-Undang ini memberikan karpet merah kepada para investor untuk dengan mudah melakukan pembangunan di Indonesia, yang seringkali mengabaikan perencanaan tata ruang dan merusak lingkungan.
“Konstitusi kita dan Pancasila hanya menjadi penghias saja karena dalam implementrasinya semua diabaikan. Penyelenggara negara bahkan terkadang menjadi pelaku kejahatan lingkungan di Indonesia,” tutup Muttaqin.
Mengapa kejahatan lingkungan masih terus terjadi? Bagi Ahkam Jayadi, ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya, “Lemahnya penegakan hukum, banyak terjadi korupsi di sektor kehutanan dan lingkungan namun berakhir tanpa hukuman yang tegas. Belum lagi kepentingan ekonomi yang berseberangan dengan kepentingan konservasi. Korporasi-korporasi besar yang memiliki kepentingan ekonomi dengan mudah mendapatkan celah untuk tetap beroperasi meski merusak lingkungan. Dan masih banyak lagi yang terjadi di lapangan.”
Hal ini dibenarkan oleh Muadz selaku Direktur LINGKAR Sulawesi, “Dalam banyak kasus, hari ini kita melaporkan perusahaan-perusahaan pelanggar tersebut, tapi keesokannya bisa jadi langsung berubah, kita yang menjadi terlapor.” Meskipun terdapat pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatur bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup tidak dapat dituntut, namun implementasinya tidak seperti itu.
Melanjutkan sesinya, Ahkam Jayadi yang merupakan Dosen Ilmu Hukum di Universitas Alauddin Makassar ini mengungkapkan, “Meskipun tantangannya besar, bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa. Penegakan hukum yang tegas dan transparan harus diperjuangkan, memastikan bahwa pelaku kejahatan lingkungan mendapatkan hukuman yang setimpal.” Selanjutnya menurut Ahkam, reformasi kebijakan tata ruang dan sumber daya alam harus mulai dilakukan, termasuk di dalamnya membatasi alih fungsi hutan dan lahan konservasi untuk perkebunan dan pertambangan, dan memberikan ruang kepada publik dalam perencanaan pembangunan dan pengawasan terhadap perusakan lingkungan.