“Saya mau angkat itu, semua orang menari Spathodea di jalanan, biar memecahkan rekor MURI. Menarik kalau disyuting dari atas menggunakan drone, tampak orang dengan baju orange di antara rimbun pohon-pohon hijau. Apalagi keberadaan Spathodea ini juga punya aspek sejarah yang perlu dimunculkan,” begitu impian Daeng Sayang.
Katanya, ada kepercayaan warga di Malino bahwa kalau bunga Spathodea masih berbunga maka masih akan turun hujan. Sebaliknya, apabila pohon Spathodea tidak lagi berbunga maka akan memasuki musim kemarau.
Obrolan kami hari itu juga terkait perhelatan Beautiful Malino 2025, yang kali ini bertema Colours of Culture. Event tahunan ini mulai diadakan Rabu-Minggu, 9-13 Juli 2025, dengan area kegiatan utama berada di kawasan wisata hutan pinus.
Alumni SMA Negeri 1 Makassar ini menyarankan penyelenggara acara perlu lebih menggali potensi dan keunikan tradisi budaya yang akan ditampilkan.
Misalnya, terkait pertunjukan, ada tradisi petani sebagai representasi dari warga yang bisa diperkenalkan kembali. Budaya lokal itu seperti akbarutu atau akpadeko, yakni tradisi menumbuk lesung saat pesta panen.
Bila perlu dipersiapkan desa wisata untuk dikunjungi agar pengunjung bisa datang ke sana melihat bagaimana aktivitas warga khususnya petani saat menumbuk lesung (bahasa Makassarnya, assung).
“Saya pernah datangkan assung na dan petaninya bertanding di sini dari desa-desa. Bahkan bisa juga dipentaskan secara massal untuk pemecahan rekor,” katanya optimis.
Oleh-oleh khas Malino juga jadi topik pembicaraan kami. Kue tenteng yang biasa jadi buah tangan wisatawan, mungkin perlu dikemas lebih menarik dengan kemasan yang ramah lingkungan. Tidak lagi menggunakan pembungkus plastik karena hanya akan meninggalkan sampah plastik yang lama terurai.
Begitupun dengan dodol, punya peluang bagus bila dikemas menarik dan dengan citarasa yang lebih bervariasi.
“Pernah saya sampaikan ke pedagang tenteng, kita bisa kerjasama dengan penjual jagung yang ada di Pattallassang. Hanya saja, masih butuh lagi alat pengering untuk mengeringkan kulit jagung. Memang teman-teman ini butuh pelatihan-pelatihan UMKM,” sarannya.
Ketika pulang dari Malino, setelah nginap di Villa Weekend, Jalan Endang, Minggu, 29 Juni 2025, saya mengambil rute Pattallassang menuju Makassar. Menurut orang, rute ini relatif lebih ringkas.
Saya pun mencoba jalur itu. Namun begitu berada di turunan Bilayya, saya sempat bimbang untuk meneruskan perjalanan.
Pasalnya, di depan saya jalan digenangi air yang membentuk kubangan panjang. Saya menakar kedalaman airnya dengan melihat sepeda motor yang lewat dari arah depan.