1. Environmental (Lingkungan)
Urban farming membantu perusahaan menunjukkan komitmen pada aspek lingkungan:
• Mengurangi jejak karbon , pangan diproduksi lebih dekat dengan konsumen, rantai distribusi pendek.
• Penghijauan kota, atap gedung, lahan tidur, atau dinding kantor bisa dimanfaatkan sebagai ruang hijau yang menyerap CO₂.
• Sirkularitas sumber daya, limbah organik perusahaan (sisa makanan, kertas, dll.) dapat diolah menjadi kompos untuk kebun urban.
• Efisiensi air & energy, teknologi hidroponik/akuaponik mendukung pertanian berkelanjutan.
2. Social (Sosial)
Urban farming juga memperkuat peran sosial perusahaan:
• Keterlibatan komunitas, perusahaan bisa mengajak masyarakat sekitar ikut mengelola kebun, sehingga tercipta hubungan harmonis.
• Ketahanan pangan lokal , mendukung ketersediaan pangan sehat dan terjangkau di perkotaan.
• Edukasi & pemberdayaan, perusahaan bisa membuka program studi wisata, pelatihan, atau CSR untuk sekolah, mahasiswa, dan UMKM.
• Kesejahteraan karyawan, karyawan bisa ikut berkebun di area kantor, memberi manfaat kesehatan fisik dan mental.
3. Governance (Tata Kelola)
Dari sisi tata kelola, urban farming memperlihatkan komitmen nyata perusahaan terhadap prinsip ESG:
• Transparansi dan keberlanjutan → laporan keberlanjutan perusahaan bisa menampilkan proyek urban farming sebagai bukti aksi nyata, bukan hanya klaim.
• Good corporate citizenship → perusahaan dianggap memiliki kontribusi nyata pada isu global seperti climate change dan food security.
• Reputasi & nilai tambah → urban farming yang terintegrasi dalam strategi perusahaan menunjukkan keseriusan dalam mengadopsi praktik bisnis beretika.
Urban farming adalah salah satu bentuk praktis implementasi ESG. Dari sisi Environmental, ia menjaga bumi; dari sisi Social, ia memperkuat hubungan dengan masyarakat; dari sisi Governance, ia meningkatkan citra dan akuntabilitas perusahaan.
Natsir Mardan menambahkan, bahwa “Kegiatan Urban Farming bukan hanya kegiatan menanam saja, namun juga diarahkan pada kegiatan menangani persoalan sampah di kawasan ini.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa gerakan urban farming sejatinya bukan hanya soal menumbuhkan tanaman di perkotaan, melainkan juga sebuah strategi komprehensif untuk menjawab tantangan lingkungan, khususnya sampah yang terus menumpuk di wilayah perkotaan.
Sampah merupakan salah satu masalah utama di kawasan perkotaan. Volume sampah rumah tangga setiap hari terus bertambah, sebagian besar berupa sampah organik dari sisa makanan, daun, dan limbah dapur.