News  

Diusulkan, RS Unhas Jadi RS A.Amiruddin

A.Amiruddin
Pada peluncuran buku “A.Amiruddin, Nakhoda dari Timur” di Unhas Hotel & Convention”, Jumat (7/3/2025) petang, berkembang keinginan memberi nama A.Amiruddin pada Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin menjadi “Gedung A.Amiruddin”.

Anggota DPR RI Dr.Syamsu Rijal, M.Si yang tampil pertama memberikan kesannya mengemukakan, pemikiran A.Amiruddin adalah gagasan yang bertransformasi yang dapat diaktualisasikan. Misalnya perwilayahan komoditas adalah pengakuan bahwa daerah-daerah masing-masing memiliki potensi yang berbeda-beda dan harus ada harmoni untuk memberikan nilai yang cukup bagi kemaslahatan Masyarakat.

“Oleh sebab itu, kita tidak boleh berbangga diri sebagai etnis tertentu karena masing-masing memiliki kelebihan,” kata legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Sedangkan konsep “petik olah jual” adalah konsep yang mampu menambah nilai suatu barang dan sudah banyak ditiru oleh korporasi yang lain. Ini merupakan salah satu konsep orisinal dan sekarang sudah banyak dikembangkan teori-teori turunannya.

Soal keberanian, tak ada duanya

Mappaturung Parawansa yang pernah menjabat Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan bertepatan dengan Amiruddin juga menjabat Rektor Unhas (1973-1982). Lantaran sering bermain bareng, akhirnya ketika menjabat Gubernur Sulsel, Amiruddin dan Parawansa bekerja bersama selama beberapa tahun.

“Pak Amiruddin telah memberikan banyak pengalaman kepada saya selama menjabat Gubernur Sulsel,” ujar Parawansa yang hadir dalam acara peluncuran buku tersebut didampingi putrinya, Kuko.

BACA JUGA:  Bahas Pengelolaan Sampah dan Lampu Jalan, Pemkot Makassar Jajaki Kerjasama dengan PT Itochu

Dalam testimoninya di dalam buku, Parawansa menyebutkan, soal keberanian, Amiruddin, tidak ada duanya. Di masa Orde Baru yang sedang kencang-kencangnya, dia memberhentikan dua pejabat bupati dari ABRI dan Polri karena melakukan kesalahan.

“Padahal pejabat bupati pada masa ittu merupakan hasil kesepakatan tiga jalur, ABRI, birokrat, dan Golkar,” ujar pria kelahiran 22 Januari 1934 ini dalam testimoninya di buku (hlm 374).

Prof. Sadly AD mendampingi Amiruddin selama delapan tahun. Ada satu ungkapan Amiruddin yang selalu diingat Sadly.

“Saya ini orang Kimia yang tidak bisa dikocok-kocok tetapi ingin mengocok-ngocok Unhas,” kata Amiruddin saat baru dua bulan memimpin Unhas ketika duduk di ruang tamu Sadly.

Berdasarkan apa yang dikatakannya itu, ada beberapa kebijakannya yang betul-betul menjadi sesuatu yang baru. Kita mengetahui, Unhas sebelum Amiruddin memimpin Unhas menganut sistem desentralisasi. Setiap fakultas memiliki kewenangan masing-masing dan menonjolkan ego fakultasnya. Amiruddin mengubah sikap ego fakultas itu menjadi semangat ke-Unhas-an. Sehingga, FISIP Unhas yang berada di luar Kampus Baraya, tepatnya di Jl. Dr.Ratulangi, “ditarik” masuk ke Kampus Baraya.

BACA JUGA:  HIPMA Gowa Cup VI Satukan Pemuda Bontolempangan Lewat Sepak Bola

Yang kedua, kata Sadly, para dosen Unhas merasa bangga dengan hanya gelar Drs., master, atau dokter saja, namun Amiruddin mengubah paradigma itu. Amiruddin mengangkat Dr.Basri Hasanuddin, M.A. yang baru kembali dari Filipina menyelesaikan pendidikan doktor, menjabat Ketua Bidang Pengembangan Staf Akademik, yang tugasnya antara lain melaksanakan program peningkatan kualitas pendidikan staf dosen.