NusantaraInsight, Masamba — Masyarakat adat di Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, melakukan demonstrasi pada Senin (23/6/2025) lalu.
Mereka menolak PT Kalla Arebamma yang mulai beroperasi di Rampi dan Seko. Bahkan melalui siaran pers, masyarakat Rampi meminta pemerintah pusat mencabut izin perusahaan tambang emas itu.
Alasan utama masyarakat adat Rampi menolak masuknya perusahaan tambang dengan alasan akan merusak lingkungan, tatanan sosial budaya, dan keberlanjutan Sumber Daya Alam (SDA) mereka untuk masa depan.
Sebagai wujud penolakan, masyarakat warga di bentangan dataran tinggi Verbeck itu menggelar demo di Desa Onondowa
Masyarakat memenuhi sepanjang jalan Desa Onondowa dan berorasi di lapangan desa. Mereka membawa spanduk dan poster yang menegaskan penolakan terhadap PT Kalla Arebamma.
Warga menyatakan salah satu pelanggaran prinsipil dalam pemberian izin dan penetapan wilayah konsesi tidak diketahui.
Proses izin dan penetapan wilayah konsesi penetapan wilayah konsesi tidak melibatkan masyarakat.
Masyarakat adat Rampi baru tahu kalau tanah-tanah adat mereka sudah menjadi wilayah konsesi ketika PT Kalla Arebamma mau beroperasi.
Tokoh adat Tokei Tongko Rampi, Martin Lasoru dalam aksi damai itu meminta pemerintah pusat mencabut izin PT Kalla Arebamma.
Menurut Martin, seluruh proses perizinan dan penetapan wilayah konsesi perusahaan ini, tidak melibatkan masyarakat.
Martin mengemukakan, semua yang masuk dalam IUP PT Kalla Arebama adalah pemukiman masyarakat, lahan pertanian, lahan peternakan. Ada juga perkampungan tua peninggalan leluhur Rampi,
”Masuk juga situs sejarah purbakala yang sudah menjadi cagar budaya, juga dalam konsesi perusahaan,” ungkap Martin.
Diketahui di Rampi ada situs purbakala Arca Watu Urani. Situs ini sudah ditetapkan menjadi Cagar Budaya Pemprov Sulsel berdasarkan UU No 11 Tahun 2010 dan Perda Kabupaten Luwu Utara No 10 Tahun 2018.
Tokei Tongko Rampi menegaskan perusahaan tambang di Rampi dan Seko akan merusak lingkungan dan potensi bencana alam.
Dampaknya bukan hanya di wilayah Luwu Utara Sulawesi Selatan, tetapi juga di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, karena wilayah Seko Rampi berada di dataran tinggi perbatasan tiga provinsi.
Menurut Martin, perusahaan tambang juga akan merusak keberlanjutan potensi sumber kehidupan, menimbulkan konflik masyarakat, serta sosial budaya.
Sementara belum tentu sebanding dengan kesejahteraan masyarakat setempat. Hal seperti ini menurutnya sudah terjadi mana-mana. Rusaknya lingkungan dan kehidupan masyarakat lokal. Karenanya, kata Tokei, warga Rampi menolak perusahaan tambang.