NusantaraInsight, Makassar — Akademisi senior dan mantan Kepala Bappeda Sulawesi Selatan, Abdul Madjid Sallatu, menilai Provinsi Sulawesi Selatan hingga kini belum memiliki konsep yang jelas tentang pengembangan kawasan industri berbasis wilayah.
Padahal, menurutnya, kawasan industri seharusnya menjadi bagian dari strategi pembangunan wilayah yang terencana, bukan sekadar proyek investasi.
“Definisinya harus jelas. Jangan sampai terbalik antara kawasan industri dan industri kawasan,” tegas Madjid dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Investasi Kawasan Industri dan Kedaulatan Ekonomi Daerah: Siapa yang Diuntungkan?” yang digelar oleh The Sawerigading Institute, Jumat (17/10), di Hotel MaxOne Makassar.
Ia menjelaskan, kawasan industri idealnya dikembangkan dengan pendekatan pengembangan wilayah (regional development), di mana perencanaan, tata ruang, dan pengelolaan sumber daya dilakukan secara terpadu lintas sektor. Peran koordinasi dan arahan strategis, kata Madjid, semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi.
“Sayangnya, sampai sejauh ini, kita belum pernah mendengar bagaimana konsep pengembangan wilayah yang disiapkan oleh Provinsi Sulsel untuk mengarahkan hadirnya kawasan industri,” ujarnya.
Madjid mengungkapkan, dalam praktiknya, hampir tidak ada kabupaten di Sulawesi Selatan yang berhasil mengelola kawasan industri secara utuh dan berkelanjutan. Ia menilai banyak daerah terjebak pada semangat menarik investasi, namun abai terhadap aspek tata kelola dan daya dukung wilayah.
Dari diskusi tersebut, Madjid mencatat tiga isu utama yang perlu diperhatikan, yakni investasi, pertumbuhan ekonomi, dan daya saing daerah. Namun, dua hal terakhir justru menurutnya sering menimbulkan dampak negatif bagi daerah.
“Pertumbuhan dan daya saing yang dibangun tanpa keseimbangan sosial dan ekologis justru merusak daerah. Banyak daerah tumbuh secara statistik, tapi melemah secara struktural,” tegasnya.
Karena itu, ia menilai bahwa satu-satunya harapan ke depan adalah memastikan pemanfaatan optimal seluruh sumber daya daerah, termasuk sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
“Kawasan industri hanya akan bermakna jika memberi nilai tambah bagi masyarakat lokal, bukan sekadar menjadi ruang bagi kepentingan modal,” tutup Madjid.
FGD yang diselenggarakan oleh The Sawerigading Institute ini diikuti sekitar 70 peserta lintas profesi, termasuk akademisi, advokat, aktivis, mantan birokrat, dan pelaku bisnis. Kegiatan ini bertujuan menggali gagasan kritis tentang arah investasi dan kedaulatan ekonomi daerah di Sulawesi Selatan. (*)