Pengabdian Tenaga Kesehatan: “Kembangkan Sayap, Putuskan Ekor”

Ada berbagai faktor penilaian, antara lain infrastruktur kesehatan (skor 64.37), ketersediaan obat-obatan, biaya, dan kesiapan pemerintah dalam menangani isu Kesehatan (skor 55.79). Perolehan total skor 42.99, Indonesia menunjukkan kemajuan yang strategis dan penting dalam hal meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang disediakan untuk warganya.

Mendapatkan layanan kesehatan yang baik merupakan hak dasar setiap warga negara, setiap manusia. Ini bukan hanya amanah undang-undang, tapi juga amanah semua agama, amanah moral bagi manusia yang memilih profesi sebagai dokter atau tenaga kesehatan lainnya; profesi malaikat si welas asih.

Tidak bermaksud melucu, penulis Amerika Serikat Erma Bombeck pernah berpesan “Jangan pernah pergi ke dokter yang tanaman di kantornya mati”. Ini mungkin peringatan lokal, namun jika direnungkan lebih dalam, justru peringatan yang universal.

Selain soal sistem layanan kesehatan, kualitas moral seorang dokter atas perhatiannya yang detil pada kehidupan yang remeh, sederhana, menjadi aspek penilaian penting pada kepeduliannya tentang kehidupan yang lebih kompleks dan sakit. Nilai-nilai humanis (memang) harus mengalahkan angka-angka kapitalis pada diri seorang dokter; sosok malaikat yang berjuang memutilasi ekor iblisnya.

BACA JUGA:  Mengenal Anemia Aplastik, Penyakit yang Diderita Almarhum Babe Cabita

Seorang penulis kenamaan Indonesia yang juga berprofesi dokter, Meta Hanindita dalam buku larisnya “Don’t Worry to be a Mommy”, menulis: “Menjadi dokter tidak hanya membutuhkan otak, tapi yang paling penting di atas segalanya adalah hati”. Sebagai seorang dokter, lewat dirinya Meta mengajak kaum seprofesinya untuk menjadi ‘hamba’, abdi masyarakat dengan hati. Pengabdian dokter sebagai tenaga kesehatan adalah bukti kecintaan dan pengakuan pada Keperkasaan Sang Maha Kuasa.

Solusi kualitas layanan kesehatan dan penyebaran tenaga medis di pelosok tanah air ternyata sederhana: “Kembangkan sayap, putuskan ekor”.

Sederhana? [Maysir Yulanwar]