Tadabbur Cinta yang Bersaksi, Cinta Sejati Dimulai dari Sebuah Janji

Tadabbur Cinta

Cinta-Nya hadir dalam setiap helaan napas, dalam rezeki yang mengalir, dalam pelukan hangat seorang ibu, dan dalam doa-doa rahasia yang sering luput kita sadari.

Cinta Tanpa Sekat, Tanpa Sekutu

Inilah hakikat cinta sejati (Tadabbur Cinta) cinta yang tidak menduakan, (“Laa ilaaha illallah”) Saat ruh kita bersaksi, itu adalah bentuk ketundukan paling romantis kepada Sang Pencipta. Tidak ada keraguan, tidak ada pembanding, hanya Allah SWT. Itulah awal hubungan kita dengan-Nya, penuh keintiman, tanpa sekat, tanpa syarat, dan tanpa pengkhianatan.

Cinta dari Allah SWT ini bukan cinta biasa. Allah SWT mengiringi kita sejak dalam rahim, hingga sekarang saat kita duduk bersama malam ini. Cinta itu menjelma dalam kesehatan, anak-anak yang tumbuh, dalam peluh yang tidak sia-sia, bahkan dalam ujian yang membuat kita makin dekat pada-Nya.

Cinta yang Mendidik Relasi Suami-Istri

Hubungan ini, begitu mesra, begitu personal. Tanpa sekat. Tanpa perantara. Tanpa tandingan. Dan seperti itulah seharusnya cinta antara suami dan istri. Ketika dua insan mengucap ijab qabul, sejatinya mereka sedang menghidupkan kembali ikrar itu yakni janji suci dalam akad yang sakral (Tadabbur Cinta). yang tidak hanya di depan manusia, tapi juga di hadapan Allah SWT, yang menjadi saksi dari segala cinta. janji setia di hadapan Allah SWT, Laksana ruh yang bersaksi, begitu pula suami dan istri bersaksi satu sama lain, “Aku menerima, aku mencintai, aku setia, aku melindungi.”

BACA JUGA:  Kemandirian Pola Pikir dan Kepedulian Sosial

Bahwa pernikahan bukan hanya sebatas kontrak sosial, tapi sebuah rekonstruksi cinta ilahiah dua jiwa yang berjanji untuk saling menyayangi, setia tanpa sekat, mencintai tanpa menduakan, dan melindungi dalam segala cuaca kehidupan. Seperti cinta antara Allah SWT dan hamba-Nya, cinta suami-istri adalah cinta yang saling merawat, bukan menyakiti. Cinta yang sabar menghadapi badai, bukan lari saat ombak menghantam.

Saat seorang istri memeluk lelah suaminya, dan suami mencium kening istrinya dengan doa, di situlah cinta langit berlabuh di bumi. Hubungan ini bukan hanya jasad yang bersatu, tapi ruh yang saling menyapa, sebagaimana ruh kita dahulu menyapa Tuhan kita di alam persaksian.

Maka ketika badai rumah tangga datang, ingatlah, kita pernah berjanji pada-Nya, bahwa kita akan bersaksi atas cinta. Dan cinta sejati bukan yang mudah runtuh oleh cobaan, tapi yang mengakar dalam ketulusan.

Cinta yang halal ini seharusnya meneladani cinta ruh kepada Rabb-nya :
1. Tanpa menduakan pasangan.
2. Tanpa mencelakai dalam ucapan dan perbuatan.
3. Tanpa meninggalkan saat badai kehidupan datang.
4. Tanpa lelah saling menjaga dalam suka maupun duka.