Sri Gusty menyampaikan, kadang ibu tidak menyadari bahwa ibu sudah menulis setiap hari. Ketika lagi kesal atau marah, kita tuangkan dengan menulis status di media sosial. Namun, tulisan itu tidak dibuat dalam alur cerita yang lengkap. Padahal, bisa saja menarik untuk dibaca dan jadi pembelajaran.
Dikatakan, menulis itu layaknya seni, di mana kata-kata digunakan untuk menggambarkan dunia. Menulis adalah sebuah perjalanan mengeksplorasi potensi yang dimiliki. Menulis juga berfungsi sebagai cara mengekspresikan diri. Jadi kesimpulannya, menulis merupakan keterampilan fundamental untuk menyalurkan ekspresi, emosi, pengalaman, dan pandangan kita.
“Penulis yang baik itu juga pasti seorang pembaca buku yang baik. Sama saja kalau kita mau memasak yang enak, pasti kita juga rajin mencoba-coba resep masakan yang lain. Istilahnya, ala bisa karena biasa,” terang akademisi yang juga merupakan anggota Satupena Provinsi Sulawesi Selatan itu.
Dalam kegiatan berbagi pengalaman menulis itu, anak-anak tak cuma mengajukan pertanyaan. Mereka juga menampilkan kebolehannya. Andi Aisyah Ramadhani tampil menyanyi, sementara Muh Dzafran Putra Irman membaca puisi. Andi Ima atau Bunda Alfatih, salah seorang anggota Bunda Pustaka, juga tampil memperdengarkan suara merdunya. Begitupun dengan Sri Gusty, melengkapi presentasinya dengan membawakan lagu berjudul “Oh Ibuku, Engkaulah Wanita”.
Rusdin Tompo, penulis buku dan pegiat Sekolah Ramah Anak menyampaikan, dia sengaja merekomendasi Bu Sri Gusty, biar anak-anak mendapat inspirasi dari sosok yang datang ke sekolah berbagi pengalaman. Semoga kehadiran Bu Sri Gusty jadi motivasi bagi Bunda Pustaka dan terutama anak-anak SD Negeri Borong. (*)

br






br






