Wawan menekankan bahwa koperasi adalah persekutuan orang, bukan persekutuan modal. Koperasi berdiri di atas nilai mutual help, prinsip satu orang satu suara, dan orientasi kesejahteraan, bukan akumulasi laba.
Bung Hatta, lanjutnya, memandang koperasi juga sebagai sarana pendidikan karakter. Koperasi mendidik anggotanya tentang tanggung jawab sosial, kejujuran, budaya menabung, dan pentingnya musyawarah. Hatta bahkan membentuk lembaga pendidikan rakyat untuk menanamkan kesadaran bahwa setiap orang dapat mandiri sesuai realitas hidupnya.
Sejumlah peserta diskusi mempertanyakan lemahnya kesadaran kolektif terhadap koperasi hari ini. “Kenapa koperasi gagal menjawab masalah ekonomi masyarakat? Apakah karena konsepnya terlalu ideal, atau karena pendidikan ekonomi yang lemah?” ujar salah satu peserta.
Menanggapi hal tersebut, Wawan mengatakan bahwa konsep koperasi Hatta sangat matang, tetapi tidak sepenuhnya dipahami masyarakat. Akibatnya, implementasinya justru melenceng dari ruh awal koperasi itu sendiri.
Sapril pun menegaskan bahwa koperasi yang berkembang saat ini lebih banyak bersifat konsumtif dan berbasis kredit, bukan produktif dan kolektif sebagaimana dimaksud dalam pemikiran Bung Hatta.
Diskusi yang dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan ini ditutup dengan refleksi bersama bahwa koperasi tidak hanya butuh regulasi dan lembaga, tetapi juga kesadaran kolektif dan pendidikan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Koperasi, bagi Bung Hatta, adalah jalan menuju kemandirian bangsa. Namun hingga kini, jalan itu masih tampak sunyi dan terabaikan.[RW]