Ibu Herawati berdiri di persimpangan yang sarat makna yakni naik ke Qur’an besar. Sebuah pencapaian sunyi yang menggema, membisikkan kebenaran lama bahwa belajar tidak pernah mengenal usia, sebagaimana pesan abadi : “Tuntutlah ilmu dari ayunan hingga liang lahad.” Oleh karena belajar untuk mendapatkan ilmu adalah warisan terbaik yang tidak pernah putus. “Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” ~ Hadits
Ibu Herawati dan ibu-ibu Rempong K-Apel lainnya merupakan kelompok belajar yang tidak sekadar mengeja ayat, tetapi menenun makna ke dalam hidup sehari-hari. Dalam kelompok mengaji ibu-ibu yang didampingi langsung oleh Komunitas Anak Pelangi (K-Apel), prosesi Tarang Ati bukan sekadar seremoni, melainkan warisan budaya yang dihidupkan kembali. “Tarang” berarti tajam, dan “Ati” adalah hati. Maka Tarang Ati adalah ketika hati seseorang diasah oleh Kalam Ilahi, menjadi tajam untuk membaca, tajam untuk merasa, tajam untuk memahami.
Prosesi Tarang Ati malam ini sederhana, namun penuh makna. Biasanya, tradisi ini dilakukan dengan menyuapi santri oleh guru ngajinya, sebagai bentuk simbolis “pindah jenjang” dalam bacaan Al-Qur’an. Namun di K-Apel, ada sentuhan budaya dan spiritual yang lebih dalam. Ibu Herawati disuapi oleh suaminya sendiri, Dg Sese, bukan hanya sebagai bentuk cinta dan dukungan, tetapi menyiratkan makna yang lebih luhur, bahwa ridho suami terhadap istri adalah pintu ridho Allah. Dalam satu suapan, terselip doa dan harapan, agar ibu Herawati tidak hanya makin fasih membaca, tapi juga makin dekat dengan cahaya hidayah-Nya.
Di hadapan ibu-ibu, di hadapan saya sebagai pengajarnya, dan di hadapan diinding rumah dibawa langit rumah yang mencatat proses panjang yang dilalui ibu Herawati, sang suami, Dg Sese, dengan penuh kasih menyuapkan bacaan pertama itu. “Gula merah dicampur kelapa” penghantar ridho suami. Sebuah simbolisasi akan pentingnya ridho suami dalam perjalanan istri, sebagaimana dalam sabda Nabi SAW: “Jika seorang istri meninggal dalam keadaan suaminya ridho kepadanya, maka ia masuk surga.”
Tarang Ati (tajam hati). Ia adalah ritual sederhana namun penuh makna. Bagi Komunitas Anak Pelangi (K-Apel), Tarang Ati bukan sekadar selebrasi, tetapi pengingat bahwa belajar itu bukan soal usia, tapi soal keberanian hati. Tarang Ati bukan semata acara, ia adalah cermin budaya. Ia mengajarkan bahwa membaca Al-Qur’an bukan hanya untuk diketahui, tapi untuk dimaknai.