NusantaraInsight, Makassar — Kegiatan belajar rutin Jum’at, Sabtu, Ahad di Kampus Lorong (K-apel) Kelurahan Parang Tambung, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Lorong Daeng Jakking, sempit dan sunyi, siang membakar seperti kemarau, malam gulita seperti Goa kehilangan cahaya. Terabaikan, seakan tidak masuk dalam peta peradaban. Namun di tengah gelap itu, anak-anak dan ibu-ibu berkegiatan rutin. Di tempat ini, belajar bukan sebatas rutinitas, ia adalah jalan sunyi menuju pembebasan, pencerahan, dan harapan yang menyala perlahan.
Minggu pagi, 11 Mei 2025, belajar bahasa Inggris bersama Andi Muhammad Nasri Abduh, S.Sos., M.Hum (dosen dan pustakawan) Unhas. ia ahir pada 1975, usia barangkali tidak lagi muda. Namun seperti ungkapan orang bijak yang kerap kita dengar, “Usia hanyalah angka, menjadi muda adalah soal sikap” Dan benar, sikap itulah yang terpancar dari kehadiran pria yang akrab disapa Sir Nasri. Ia datang bukan karena diperintah, bukan pula karena digaji, melainkan karena panggilan hati yakni ingin berbagi.
Perjalanannya dari Batua Raya ke Lorong Daeng Jakking bukan tanpa hambatan. Ia tersesat beberapa kali, mencari arah di lorong sempit yang asing baginya. Namun di balik kebingungan itu, ia menemukan sesuatu yang lebih dalam yaitu semangat belajar anak-anak lorong, dan harapan yang mengendap di mata mereka. sesi mengajar bahasa Inggris pun usai, Sir Nasri tidak pulang dengan keletihan, melainkan dengan tekad baru. Ia berkomitmen membuka kelas khusus untuk siswa SD kelas 5 hingga SMA, agar mereka akan dapat menjadi pembimbing bagi adik-adiknya yang masih duduk di kelas 1 hingga 4. Sebuah siklus belajar yang mendewasakan bukan hanya anak yang diajar, tapi juga pengajarnya.
Dalam obrolan kecil kami lewat pesan WhatsApp, Sir Nasri mengungkapkan, “Alhamdulillah, hadirnya Kampus Lorong K-apel ini adalah sebuah gerakan literasi yang sangat kreatif dan inspiratif. Didukung oleh akademisi dan praktisi pendidikan yang datang dari berbagai latar belakang dan kampus, ia telah menjelma menjadi ruang alternatif untuk mewujudkan cita-cita bangsa.” Baginya, lorong bukanlah tempat sempit, tetapi gerbang menuju cakrawala yang luas. Ia percaya, jika Kampus Lorong K-Apel dikelola dengan baik sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat di tingkat desa/kelurahan, maka dari lorong ini akan lahir generasi yang bukan hanya cerdas nalar, tapi juga luhur akhlak dan menjunjung tinggi adab dalam hidup bermasyarakat.
Sir Nasri pun menaruh harapan besar bahwa “Kuharap ke depan, pendidikan psikomotorik dan pembentukan karakter lebih diutamakan daripada sekadar pencapaian kognitif. Karena sejatinya, ilmu tanpa adab adalah bencana.”