Catatan di Kampus Lorong: Shauri: Kak Masih Bisa Lanjut?

Nusantarainsight.com, Makassar — ambil menunggu kehadiran dosen Bahasa Indonesia, agar kegiatan belajar di Kampus Lorong tetap berlanjut untuk menjaga agar anak-anak tetap terkontrol dan aktif, saya mencoba mengisi dengan Kelas Literasi Menulis Kreatif, salah satu mata pelajaran di Kampus Lorong.

Saya memulai kelas dengan mencoba memasuki pikiran adik-adik tentang pentingnya belajar, membaca, dan memahami.

Pada kesempatan itu saya menekankan bahwa memahami apa yang dibaca dan dipelajari jauh lebih penting daripada sekadar menghafal. Menghafal mungkin mudah dilakukan, tetapi sering kali konsep tersebut mudah dilupakan jika tidak dipahami dengan baik. Memahami lebih mudah untuk bisa di praktekkan dan sulit untuk lepas dari kepala daripada menghafal.

Mengutip apa yang disampaikan Bloom tentang pemahaman atau komprehensif, yaitu kemampuan untuk memahami makna, konsep, atau situasi berdasarkan fakta yang diketahui.

Dengan memahami konsep, seseorang akan lebih mudah mempraktikkan apa yang dipelajari dan tidak mudah terkecoh.

Salah satu pendekatan yang saya gunakan adalah mind mapping, teknik memetakan pikiran untuk menghubungkan berbagai konsep.

BACA JUGA:  Launching Kampus Lorong! Ini Susunan Kabinetnya

Untuk melibatkan anak-anak lebih jauh, saya memulai dengan bertanya, “Apakah kalian semua masih memiliki ibu?” dan melanjutkan dengan pertanyaan, “Apa saja yang biasanya dilakukan ibu kalian dari pagi hingga malam?” Beragam tanggapan muncul. Ada yang mengatakan, “Ibu saya baik, tapi kadang suka marah,” hingga “Ibu saya menyiapkan sarapan, membangunkan saya, dan mengantar saya ke sekolah.” Jawaban mereka menggambarkan rutinitas dan kehangatan seorang ibu dalam kehidupan anak-anak.

Dari percakapan itu, saya mengajak mereka untuk menulis tentang ibu mereka. Di antara mereka, ada seorang siswa Kampus Lorong bernama Shauri Ramadhani, duduk di bangku SD kelas 3, terlihat bingung. Ia bertanya, “Bagaimana caranya, Kak menulis? Saya tidak tahu.” Dengan sabar, saya memberikan gambaran tentang sosok seorang ibu. Dengan ekspresi “ohh,” Shauri mulai menulis. Ia memulai tulisannya dengan kalimat, “Ibu ku baik. Dia bangun subuh, membangunkan saya untuk salat subuh, lalu memasakkan bekal untuk saya bawa ke sekolah.”

Shauri dengan tangan imutnya dia seperti anak sungai yang keluar dari kebuntutan dia menulis tanpa henti, sementara teman-temannya sesekali mengangkat kepala untuk bertanya atau berbicara.

BACA JUGA:  Kampus Lorong Menggeliat Menghidupkan Denyut Literasi Dan Pemberdayaan

Ketika sebagian besar anak sudah selesai dan menyerahkan tulisan mereka, Shauri terus asyik dengan kertas dan pulpen di tangannya terus menari mengikuti garis kertas. Tetiba ia bangkit dan bertanya apakah tulisannya boleh panjang kak?, saya menjawab, “Boleh, bahkan dua halaman sekalipun.” Dengan semangat, ia melanjutkan tulisannya hingga selesai dua halaman penuh.