Membeli buku menjadi lebih asyik ketika saya punya hitung-hitungan yang bukan sekadar perkara matematis. Sejak tahun 2000, saya mulai menulis artikel yang awalnya dimuat di Pedoman Rakyat. Di surat kabar legendaris ini, ada halaman resensi. Jadi, selain menulis artikel opini, saya juga bisa memanfaatkan rubrik resensi.
Inilah kalkukasi yang saya buat. Saya tak ragu membeli buku karena buku itu saya akan resensi dan dimuat di koran. Paling tidak saya kutip sebagai rujukan saat menulis opini. Dari situ saya akan dapat honor, sehingga akan ‘balik modal’. Malah bukan cuma dapat honor, tapi juga ‘dapat nama’ dari tulisan tersebut.
Ini hitung-hitungannya terkesan praktis, tapi sangat strategis dalam membantu saya membentuk personal branding sebagai penulis isu anak dan media. Pendekatan ini membuat saya tak ragu membeli buku. Saya rasakan manfaatnya membaca buku dengan beragam tema dan genre, walau tidak harus saya pahami secara utuh.
Di antara buku-buku yang dibeli itu, kadang dibeli untuk keperluan kutipan. Bahkan ada juga yang dibeli karena desain dan tata letak atau kemasan yang menarik. Ada pula yang dibeli karena mau mengadaptasi ide buku tersebut. Yang pasti, setiap buku yang dibeli punya alasan tersendiri. Sebagai orang yang sudah memantapkan diri sebagai penulis, saya butuh banyak asupan gizi. Dan buku-buku itulah sumber nutrisi saya. (*)
Gowa, 19 Juli 2023