Dalam mengajukan tuntutan pidananya, jaksa mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal memberatkan, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan korban Virendy meninggal dunia saat mengikuti kegiatan Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas (9-15 Januari 2023). Sebelum meninggal dunia, korban sudah drop dan mengeluh sakit, namun para terdakwa masih memaksakan korban untuk melanjutkan kegiatan.
Selanjutnya, kedua terdakwa bukannya langsung mengevakuasi korban ke fasilitas kesehatan (faskes) terdekat, tetapi sebaliknya terdakwa Ibrahim justru menyuruh terdakwa Farhan pergi ke Camp 5 mencari motor. Setelah mendapat motor dan kemudian mengevakuasi korban ke Camp 5. Padahal kedua terdakwa mengetahui tidak ada tenaga medis ataupun tenaga kesehatan di Camp 5 yang dapat memberikan pertolongan kepada korban.
Sementara hal yang meringankan menurut jaksa, kedua terdakwa bersikap sopan di persidangan, mengakui perbuatannya, masih berusia muda dan sementara menjalani pendidikan serta belum pernah dihukum. Jaksa juga menyebutkan bahwa korban mendapat izin orang tua untuk mengikuti kegiatan tersebut. Bahkan dikemukakan pula jika Virendy mengidap penyakit bawaan saat mengikuti Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas.
Tidak Mencerminkan Keadilan
Menyikapi tuntutan pidana terhadap terdakwa Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir serta beberapa poin dalam pertimbangan hukum yang diuraikan jaksa penuntut umum, Viranda Novia Wehantouw selaku pelapor di kepolisian atas kematian adiknya, di depan sejumlah awak media mengaku sangat kecewa berat mendengar tuntutan hukuman yang sama sekali tidak mencerminkan keadilan hukum dan terkesan adanya keberpihakkan serta dugaan berupaya menyembunyikan pengungkapan pelaku-pelaku yang diduga terlibat penganiayaan/kekerasan maupun tindak pidana lainnya.
“Inikah bentuk keadilan buat nyawa adik saya ? Ancaman pidana dari Pasal 359 KUHP adalah hukuman penjara maksimal 5 (lima) tahun, tapi kok jaksa hanya menuntut hukuman 8 (delapan) bulan penjara ? Ada apa yah ? Saat ini saya bersama saudara-saudara kandungku, dan juga keluarga besar kami dimana saja berada, serta adik-adik mahasiswa yang sejak awal selalu mensupport dan berjuang bersama dalam upaya menguak misteri terenggutnya nyawa Virendy secara tragis dengan sejumlah luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuhnya, hanya bisa menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan majelis hakim PN Maros untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya dan bersesuaian hukum,” ucap Viranda dengan suara terisak sedih.