Pertama Kali Digelar, Kajati Sulsel Agus Salim Pimpin Upacara Hari Lahir Kejaksaan di Kejati Sulsel

Ketiga, memperkuat soliditas dan semangat kebersamaan di kalangan insan Adhyaksa. Peringatan ini menjadi momen bagi seluruh jajaran Kejaksaan untuk saling mendukung dan meningkatkan kinerja.

Keempat, mewujudkan komitmen Kejaksaan bahwa Kejaksaan dilahirkan untuk terus memberikan 5 pelayanan terbaik dan selalu hadir di tengah masyarakat melalui penegakan hukum yang berkeadilan.

Selama ini Kejaksaan RI hanya memperingati Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) setiap tanggal 22 Juli. Mulai tahun 2024 ini, akan ada peringatan Hari Lahir Kejaksaan. HBA ini berdasarkan rapat kabinet yang memutuskan Departemen Kejaksaan menjadi lembaga mandiri, terpisah dari Departemen Kehakiman sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 204/1960 tanggal 1 Agustus 1960.

”Oleh karena itu, ke depannya untuk menumbuhkan kesadaran terhadap Hari Kelahiran Kejaksaan yang jatuh pada tanggal 2 September 1945, maka Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa setiap tanggal 22 Juli cukup dilaksanakan hanya dengan kegiatan syukuran. Sedangkan, Peringatan Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia setiap tanggal 2 September, kita semua dapat melaksanakannya dengan Upacara, syukuran, dan berbagai rangkaian kegiatan sederhana yang pada prinsipnya tanpa mengurangi makna dan kekhidmatannya,” ungkap Agus Salim.

BACA JUGA:  Ayah Almarhum Virendy Laporkan Rektor, Dekan FT dan Sejumlah Senior Mapala Unhas ke Polda Sulsel

Kedaulatan Penuntutan dan Advocaat Generaal

Kajati Sulsel Agus Salim melanjutkan membacakan amanah Jaksa Agung bahwa Pada peringatan Hari Lahir Kejaksaan ke-79 ini, diangkat tema “Hari Lahir Kejaksaan sebagai Simbol Terwujudnya Kedaulatan Penuntutan dan Advocaat Generaal”. Tema besar ini mencerminkan komitmen kejaksaan dalam menjaga kedaulatan hukum dan peran sebagai Advocaat Generaal.

”Pemilihan tema ini menerjemahkan tugas utama Kejaksaan sebagai pelaksana tunggal penuntutan. Kedaulatan Penuntutan merupakan prinsip fundamental dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, di mana Kejaksaan memiliki wewenang eksklusif untuk melakukan penuntutan dalam perkara pidana. Ini berarti hanya Kejaksaan yang berhak menjadi pengendali perkara dan perwujudan single prosecution system,” jelas Agus Salim.

Sistem penuntutan tunggal bertujuan untuk menjamin kesatuan tindakan penuntutan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi penegakan hukum, menjamin kepastian hukum, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam penuntutan yang pada akhirnya dapat mewujudkan cita keadilan masyarakat.

Selanjutnya, Advocaat Generaal sebagai kewenangan atributif yang diberikan kepada Jaksa Agung untuk berperan sebagai pengacara negara. Jadi di sini, Kejaksaan selain sebagai penuntut umum tertinggi, juga sebagai pengacara negara.