“Ketika Virendy sudah drop dan tak berdaya lagi melanjutkan kegiatan pada Kamis (12/01/2023) malam, dia bukannya segera dipulangkan dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis, tetapi justru masih diberikan set (istilah hukuman di organisasi Mapala) oleh senior-senior yang hadir di lokasi diksar, mulai dinihari pukul 01.00 Wita hingga subuh pukul 04.00 Wita. Ini kan sama saja dengan tindakan penyiksaan yang akhirnya mengakibatkan Virendy meninggal dunia,” paparnya dengan mata berkaca-kaca.
Sewaktu beberapa saksi buka mulut tentang hal itu, Khairul, SH, MH selaku ketua majelis hakim sempat menyatakan bahwa kehadiran senior-senior yang sudah berstatus alumni FT Unhas itu di lokasi diksar, seharusnya sebagai penggembira saja atau selaku kakak yang datang melihat kegiatan adik-adiknya. Bukannya mereka yang justru berperan memutuskan sesuatu tindakan atau kebijakan, mengevaluasi peserta dan memberikan hukuman berupa aktivitas fisik yang berat serta berlebihan.
“Saya pun dengar jelas saat hakim Khairul dengan suara lantang di depan sidang memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan pengembangan perkara dengan mendalami keterlibatan senior-senior yang nama-namanya disebutkan oleh beberapa saksi. Bahkan dalam suatu kesempatan bincang-bincang di lobi ruang tamu gedung PN Maros, hakim Khairul sempat menyampaikan akan ada kejutan di putusan nanti. Entah keputusan apa yang dimaksud, sementara saat pembacaan putusan, hakim Khairul sudah pindah tugas menjabat Ketua PN Kediri,” kisah Ny. Femmy.
Masih Akan Terus Berjuang
Menyikapi penanganan perkara kematian adiknya mulai dari pihak kepolisian, kejaksaan hingga proses persidangan pengadilan, Viranda Novia Wehantouw selaku pelapor dalam kasus yang hanya menjerat Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas dan Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII Tahun 2023 UKM Mapala 09 FT Unhas sebagai tersangka/terdakwanya, mengecam sikap para aparat penegak hukum yang dinilainya bertindak tidak profesional dan terkesan mengabaikan keadilan dan kepentingan hukum bagi keluarga almarhum Virendy.
“Mulai dari tahap penyelidikan dan penyidikan kepolisian sudah tampak indikasi dan dugaan keberpihakan dalam penanganannya. Terlebih lagi kepolisian tidak melakukan penahanan kepada tersangka, padahal pasal pidana yang ditersangkakan ancaman hukumannya 5 (lima) tahun penjara, sebagaimana dimaksud Pasal 21 KUHAP. Hampir setahun lamanya baru berkas perkaranya dilimpahkan ke kejaksaan yang kemudian menahan tersangka dengan status tahanan kota. Namun di pengadilan, majelis hakim justru menangguhkan penahanannya,” terang sarjana akuntansi ini.