Namun bukan karena jabatan itu nama gubernur sipil pertama di era Orde Baru itu perlu dijadikan sebagai nama jalan, melainkan karena kontribusinya bagi daerah ini. Sebab, ada banyak pejabat tapi sama sekali tak meninggalkan legacy, sebagaimana Prof Ahmad Amiruddin.
Tokoh kita ini, boleh dikata banyak menelorkan kader yang nanti kita kenal mereka sebagai intelektual, teknokrat, dan birokrat andal. Beliau merupakan seorang yang visioner, yang mumpuni dalam pemetaan dan penataan SDM, lembaga, dan kawasan. Beliau banyak melakukan terobosan dan mengubah lanskap Kota Makassar, yang merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.
Kampus Unhas pindah dari Baraya ke Tamalanrea berkat gagasannya yang cemerlang. Meski sempat ada kendala, akhirnya berdiri megah kampus merah di atas lahan seluas 220 ha. Bukan hanya gedung dan fasilitas yang dibenahi, juga para pengajarnya, diberi akses dan fasilitas untuk meningkatkan pendidikan pada magister dan doktoral. Kerja sama dilakukan dengan kampus-kampus di manca negara.
Karena itu, saya dalam obrolan kami itu menyampaikan, perlu dikasi bunyi usulan tersebut dalam acara peluncuran buku, biar lebih banyak mendapat dukungan. Sebab, usulan bisa dilakukan oleh komunitas, dalam hal ini melalui IKA Unhas.
Usulan ini sejatinya tak hanya bertalian dengan penanda fisik, berupa nama jalan. Lebih daripada itu, terkait dengan mengaktualisasikan kembali nilai-nilai, konsep kepemimpinan, dan visi besar Prof Ahmad Amiruddin.
Beliau mengembangkan kepemimpinan dengan visi strategis dan budaya kerja yang efektif. Beliau merupakan pelopor yang menempatkan Unhas sebagai instansi pertama di Indonesia yang gaji karyawannya dibayarkan melalui bank.
Beliau juga yang merintis pembangunan dan pengadaan rumah bagi dosen dan staf Unhas, sesuatu yang baru di Indonesia, kala itu. Perumahan dosen Unhas ini terdapat di Sunu, Antang, dan Tamalanrea.
Ketika menjadi Gubernur Sulawesi Selatan, yang ke-4, gebrakan juga dilakukan. Antara lain, memindahkan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan dari Jalan Jenderal Ahmad Yani ke Jalan Jenderal Urip Sumoharjo. Yang fenomenal dari pemindahan ini, yakni karena lahan di atas kantor baru itu tadinya merupakan kompleks pekuburan Tionghoa, yang kemudian direlokasi ke Pannara, Antang.
Di masa beliau, juga dilakukan revitalisasi kawasan Benteng Somba Opu. Di atas area benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo, terdapat paviliun dan rumah-rumah adat miniatur Sulawesi Selatan atau Taman Mini Sulawesi Selatan.
Kebutuhan papan dan kesejahteraan pegawai Kantor Gubernur Sulawesi Selatan juga diperhatikan. Maka kepada mereka disediakan perumahan, mulai dari pegawai Golongan I hingga Eselon. Lengkap dengan fasilitas antar jemput pegawai, dari rumah ke kantor, pulang-pergi.