Saya memotong jalan biar lebih ringkas. Setelah memasuki kawasan Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas), saya berbelok ke arah belakang, melewati Fakultas Pertanian. Dengan yakin dan percaya diri saya memasuki pintu gerbang bertuliskan “Selamat Datang, Jalan Kerabat Kera-Kera”, lalu terus memasuki jalan di depan SD Inpres Kera-Kera. Namun, seorang anak kecil menyampaikan, kalau mau ke Pulau Lakkang, dermaganya berada di sebelah. Kami pun putar balik, sesuai arah yang ditunjuk.
“Tadi saya ke dermaga lama. Katanya sudah pindah. Jadi kami ke sini,” kata saya, ketika perahu yang saya tumpangi sudah disandarkan pemiliknya.
Saya dan istri sengaja tak langsung turun begitu perahu merapat di dermaga. Sengaja saya mau ngobrol dengan pemiliknya, Asis Daeng Rate, biasa dipanggil De’sisi oleh warga. Usianya 45 tahun. Dia sudah bekerja sebagai pappalimbang, yakni sebutan bahasa Makassar untuk orang yang bekerja di penyeberangan perahu, selama kurang lebih 12 tahun. Di dermaga sebelumnya, dia bekerja selama 10 tahun, sedangkan di tempatnya sekarang, baru sekira 2 tahun.
Ayah satu orang anak ini bercerita, lokasi dermaga lama yang dari Kera-Kera itu, punya orang tuanya. Sementara lokasi dermaga yang sekarang, milik orang tua dari Haji Sainuddin, bernama Daeng Muda. Makanya, dermaga berukuran 6×12 meter yang diresmikan oleh Pj Wali Kota Makassar, Rudy Djamaluddin, pada 5 Januari 2022 ini, diberi nama Dermaga Muda Lakkang. Meski dermaga dipindahkan, tapi dia sebagai pappalimbang lama, bersama dua saudaranya, tetap dipanggil.
“Pengelola perahu di sini kebanyakan masih punya hubungan keluarga,” jelas De’sisi.
Ketika kami sedang ngobrol, terlihat ada penumpang yang mengarahkan kendaraannya ke perahu De’sisi. Buru-buru dia meminta penumpang itu ke perahu lain, di depannya. Ketika saya tanyakan, mengapa dia mengarahkan mereka ke perahu di depan? Jawabnya, mereka harus antre, biar saling berbagi. Saat penumpang sudah naik ke perahu, menunggunya pun tidak lama. Durasinya paling hanya sekira 10 menit. Setelah itu perahu akan jalan ke seberang.
Di Dermaga Muda Lakkang ini, kata De’sisi, ada 7 perahu pincara yang beroperasi. Ongkos sekali menyeberang, termasuk murah, cuma Rp3.000. Itu hitungan paket, sudah termasuk sepeda motor, pengendara dan boncengannya. Kalau hanya pejalan kaki, tanpa kendaraan, tarifnya hanya Rp2.000/orang Biasanya, penumpang paling banyak terjadi pada pagi dan sore hari, saat orang pergi dan pulang kerja, termasuk anak sekolah. Dalam sehari rata-rata De’sisi bisa mengantongi penghasilan antara Rp100.000-Rp150.000.